Asumsi 5.45

Share this post
Kabar dari pengadilan, Hollywood, dan OnlyFans💦
545byasumsi.substack.com

Kabar dari pengadilan, Hollywood, dan OnlyFans💦

Asumsi
Nov 20, 2020
Share this post
Kabar dari pengadilan, Hollywood, dan OnlyFans💦
545byasumsi.substack.com

Mari kita lanjutkan cerita hari esok.

TERKINI

Jerinx Divonis 1 Tahun 2 Bulan Penjara

Foto: Asumsi.co

Majelis hakim resmi menjatuhkan vonis terhadap I Gede Ari Astina alias Jerinx atas kasusnya melawan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Punk hari ini, penjara menanti
Dalam sidang agenda pembacaan putusan atau vonis kasus yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada Kamis (20/11), bintang punk rock itu divonis 1 tahun 2 bulan penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu selama 1 tahun dan 2 bulan dan pidana denda sejumlah 10 juta rupiah dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti kurungan 1 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim Ida Ayu Adnyana Dewi.

Dijerat UU ITE
Jaksa penuntut umum menilai terdakwa Jerinx telah melakukan tindak pidana ujaran kebencian dan melanggar Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Apa penyebabnya?
Penabuh drum band punk rock Superman Is Dead itu dilaporkan IDI cabang Bali. Ia dilaporkan ke pihak kepolisian pada 16 Juni 2020 setelah menyebut IDI sebagai "kacung" dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui postingan di akun Instagram-nya.

Sebelumnya, Jerinx dikenal sebagai aktivis dan juga pendukung berbagai teori konspirasi tentang COVID-19. Ia juga turut berpartisipasi dalam rangkaian unjuk rasa yang memprotes persyaratan tes COVID-19 untuk perjalanan ke Bali.

Namun...
Meski vonis masa tahanan Jerinx berkurang, di mana sebelumnya ia dituntut 3 tahun penjara dan denda Rp10 juta, putusan ini masih perlu dikritisi.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform ( ICJR) Erasmus Napitupulu menilai putusan ini jelas berbahaya bagi iklim demokrasi di Indonesia. Menurutnya, ada putusan hakim yang tidak berkesinambungan. Di satu sisi, majelis hakim menyatakan tidak ada penghinaan terhadap IDI sebagai organisasi, namun di sisi lain majelis hakim setuju adanya penyebaran kebencian antargolongan, termasuk profesi dokter yang diwakili oleh IDI.

Menurut Erasmus, pernyataan Jerinx pada dasarnya ditujukan kepada IDI sebagai organisasi yang mempunyai dimensi atas kepentingan publik. Sehingga, hal itu harus dipisahkan dengan perasaan personal dokter yang merasa tersinggung atas pernyataan Jerinx.

"Terlalu jauh untuk menyatakan organisasi profesi sebagai 'antargolongan' yang dilindungi oleh Pasal 28 Ayat (2) UU ITE. Menyamakan profesi dengan suku, agama dan ras jelas merendahkan standar yang ingin dituju oleh Pasal 28 Ayat (2) UU ITE dan Pasal 156 KUHP," ucap Erasmus.

Menurut Erasmus, IDI merupakan lembaga berbadan hukum yang tidak serta merta sama dengan golongan dokter pada umumnya. Baginya, putusan majelis hakim sangat membahayakan karena menyamakan sebuah profesi dengan suku, agama, dan ras.

Dari sisi hukum, Erasmus menilai terdapat kontradiksi dalam putusan majelis hakim.

Bagaimana, tuh?
Jerinx divonis bersalah berdasarkan Pasal 28 Ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Padahal, mulanya Jerinx didakwa dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Seperti apa bunyi Pasal 28 Ayat (2)?
Begini → "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA".

Terus, seperti apa bunyi Pasal 27 Ayat (3)? 
Begini → "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan /atau dokumen elektronik yang dimiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".

Jadi...
Menurut Erasmus, dengan penggunaan pasal itu, majelis hakim otomatis menyepakati Jerinx tidak bersalah atas perbuatan menghina IDI, sesuai dakwaan pertama, yakni Pasal 27 Ayat (3).

Oleh karenanya, Erasmus menyatakan putusan majelis hakim tersebut saling berlawanan.

*MM Ridho

DUNIA

Matthew McConaughey Bakal Terjun ke Dunia Politik?

Foto: Wikimedia Commons

Aktor peraih Oscar, Matthew McConaughey mungkin akan menjadi selebriti berikutnya yang terjun ke dunia politik.

Pada kemunculannya di program The Late Show with Stephen Colbert, Bintang film Dallas Buyers Club itu tampaknya sedang mempertimbangkan ide pencalonan dirinya sebagai Gubernur di Texas, negara bagian AS tempat ia berasal.

Pasif-agresif Bang McConaughey
Ketika ditanyai terkaitan pencalonannya, aktor tersebut pun menjawab ragu-ragu namun juga tak menolak kesempatan itu.

Sambil tertawa, ia berkata: "Saya tidak punya rencana untuk melakukan itu sekarang."

"Sekarang, tidak. Saya tidak paham politik," katanya. "Politik tampaknya menjadi urusan yang rusak, politik perlu mendefinisikan kembali tujuannya."

Jadi, gimana nih, Bang?

"Saat saya bergerak maju dalam hidup, ya, saya akan mempertimbangkan peran kepemimpinan di mana saya bisa paling berguna," tambah McConaughey. "Aku ingin sekali. Aku akan tetap melakukannya."

Hehehe, saya respons Abang dengan ujaran terkenal di film-film Abang saja, Alright, alright, alright!

Pria berusia 51 tahun itu memang lahir dan besar di Texas sebelum pindah ke Los Angeles dan berkarier di film komedi romantis seperti How to Lose a Guy in 10 Days.

S̶e̶t̶e̶l̶a̶h̶ ̶b̶e̶r̶h̶a̶s̶i̶l̶ ̶k̶e̶l̶u̶a̶r̶ ̶d̶a̶r̶i̶ ̶b̶l̶a̶c̶k̶ ̶h̶o̶l̶e̶, ia berniat menyatukan kembali 'kontrak sosial' antarindividu sebagai orang Amerika. Begitulah manifesto politiknya.

Jadi, Bang McConaughey sudah siap menyusul jejak Arnold Schwarzenegger di California dan Clint Easwood di Carmel, nih?

Untuk saat ini, sepertinya dia belum mau merelakan pekerjaannya di Hollywood demi pekerjaan di bidang politik.

"Saya masih mempertanyakan seberapa banyak yang benar-benar bisa saya lakukan di [dunia] politik, dan saya tidak tahu apakah politik adalah jalan saya untuk mendapatkan perangkat untuk menyelesaikannya," katanya.

*MM Ridho

TERKINI

OnlyFans dan Gemerlap Kehidupan 'Lonte' Digital

Ilustrasi: Ikbal/Asumsi.co

Saya bertemu dengan Ris awal tahun ini di salah satu aplikasi kencan. Saat itu, melalui percakapan tengah malam kami, ia memberi tahu bahwa ia membalas pesan-pesan saya di tengah aktivitasnya bekerja sebagai resepsionis sebuah hotel di Singapura.

Tidak banyak yang kami bicarakan. Aktivitas saya sehari-hari tidak memungkinkan untuk terus menerus membuka aplikasi itu. Pada akhirnya, karena keterbatasan ruang penyimpanan di ponsel, saya memutuskan untuk menguninstall aplikasi tersebut. Percakapan kami, tentu, tidak beranjak ke mana-mana. Ia tertinggal dan berdebu di aplikasi tersebut

Beberapa bulan lalu, secara tidak sengaja, cuitan Ris sampai ke linimasa Twitter saya. Display name Twitternya mencantumkan tautan ke akun OnlyFans miliknya. Kalau kamu belum tahu, OnlyFans merupakan platform berbayar di mana penggunanya bisa menjual konten foto atau video yang mengandung unsur Not Safe For Work (NSFW).

Rupanya, Ris sudah menjadi content creator yang cukup besar di sana. Syukurlah, pikir saya, setidaknya ia bisa bangkit dari hantaman ekonomi yang disebabkan pandemi COVID-19 kepada sektor pekerjaannya.

Melalui cuitan di Twitternya, saya mengetahui, di usianya yang baru menjejak 20 tahun, perempuan berdarah Minang itu sudah mampu membeli sebuah unit apartemen di Singapura dengan uang hasil penjualan kontennya di OnlyFans.

Perbincangan tentang ‘lonte’ dengan konotasi yang merendahkan belakangan ini membuat saya mencoba berbincang kembali dengannya. Saya ingin tahu, setidaknya, dari sudut pandang Ris tentang pekerjaan yang saat ini dijalaninya.

Kami berbincang terkait OnlyFans yang masih asing di mata pengguna media sosial Indonesia, keluh-kesahnya sebagai pekerja seks, dan juga tanggapannya terhadap narasi yang merendahkan pekerjaannya tersebut. Atas persetujuan Ris, percakapan kami bisa turut dibaca di bawah ini:

Sudah berapa lama kamu menjadi content creator di OnlyFans?

Mulai dari pandemi. Jadi, aku kan dulu kerja di hotel, terus pas pandemik aku diPHK karena COVID-19. Terus aku iseng-iseng aja gituloh mulai OnlyFans. Aku rasa aku cuma mengkapitalisasi laki-laki dan hasrat seksualnya aja. Selain itu, persona akun Twitterku juga sudah terlanjur seputar [konten] seks, kan. Jadi, kupikir: oke, mungkin aku bisa mendapatkan uang dengan cara ini. Terus aku coba iseng-iseng aja sih, nggak serius.

Aku awalnya nggak pernah post nudes, palingan cuman test drive doang. Tapi, waktu pertama kali aku coba, aku dapat 200 subscribers. Jadi, oh, oke, kayaknya aku harus serius menjalankan hal ini.

Dalam waktu berapa lama kamu dapat 200 subscribers tersebut?

Sebulan, sih. Akun OnlyFans-nya ada sejak lama, dari Desember, cuma seriusnya pas COVID-19 gitu loh. Pas Desember cuma dapat RP360 ribu, eh, Maret dapat Rp3 juta dan terus someday naik penghasilannya.

Sejauh ini sampai saat ini, sudah berapa banyak subscribers kamu?

Sekitar 3 ribu subscribers.

Dari 3 ribu subscribers itu, berapa pendapatan kamu perbulannya?

Kalau dari subscribers doang, sih, dapat sekitar Rp55 juta. Terus, nanti ada add-on gitu lho –semacam tips yang diberi oleh subscribers– bisa aja sampai Rp150 juta hingga Rp200 juta, tergantung sih, soalnya aku jarang banget aktif di OnlyFans sekarang, karena aku ada komitmen lain. Tapi pendapatan rata-rata [tiap bulannya] yang aku dapatkan dari subscibers, ya, Rp50 juta.

Selama kamu berkonten di OnlyFans, apakah pembayaran dari mereka ke kamu selalu lancar dan tepat waktu?

Alhamdulillah ya selalu lancar. Emang sih per bulannya fluktuatif, tetapi penghasilannya nggak jauh beda lah. Kadang-kadang 50 juta, kadang 100 juta. Tergantung luck banget. Paling tinggi, sih, aku dapat 300 juta perbulan. Cuma sekali aja, soalnya aku lagi aktif banget. Untuk pembayarannya, kita bisa tarik kapan aja kita mau. Jadi, itu manual banget.

Selain karena pandemi yang menyebabkan kamu kehilangan pekerjaan di hotel. Apakah ada dorongan lain untuk memulai?

Ada, sih. Karena, kan, aku ada following di Twitter, jadi banyak DM yang aku dapat dari random guys and dan mereka tuh kayak: “kalau mau ngomong sama aku, bakal aku kasih uang.” Jumlahnya kayak Rp500 ribu sampai  Rp1 juta. Jadi, aku tuh sering banget dapat duit dari orang-orang seperti ini, di mana mereka cuma pengin ngomong doang. Karena saking banyaknya, kayak sekitar 40 orang yang kasih duit untuk berbicara sama aku, jadi ya udahlah, daripada ngechat lewat nomor handphone juga aku nggak nyaman. Jadi, kayak aku pindah ke OnlyFans dan ini platform yang cocok dan memudahkan untuk berinteraksi sama orang-orang ini.

Eits! Sebentar dulu...

Perbincangan kami sebenarnya lebih panjang. Namun sayang, tidak seluruhnya bisa saya muat di newsletter ini. Tapi jangan khawatir, kalau kamu penasaran dengan kelanjutannya, kamu bisa mengaksesnya di website Asumsi beserta artikel-artikel khusus tentang 'lonte' lainnya yang ditulis oleh Permata Adinda, Ramadhan Yahya, dan Faisal Irfani. Jadi, silakan mampir ke sana untuk membaca kelanjutannya, ya!

*MM Ridho

Anak muda bukan sekadar konsep, bukan pula sekadar komoditas untuk diperdagangkan dalam pasar elektoral. Anak muda punya cita-cita, kompleksitas, dan--yang terpenting--suaranya sendiri. Ayo bergabung dan lantangkan suaramu! Kamu juga bisa saksikan serunya perbincangan ini secara langsung di YouTube Asumsi

Surat 5.45

Hari ini lagi mulai baca Asumsi 5.45 lagi. Sempet cuti 1 bulan karena riweuh jadi maba. Dulu baca dari awal banget 5.45 ada, dulu menjadikan 5.45 sebagai bacaan latihan SBMPTN hehe. Makasih yaaa, tim redaksi.

*Gaza

Terima kasih. Baca 5.45 adalah salah satu morning routineku. hihi

*Faikaa

Bagi kami pendapatmu penting. Sampaikan ke bit.ly/surat545

Iklan Baris

Asri Catering. Butuh daily meals area Semarang yang mudah murah melimpah? Kami solusinya yuhuuu

Tokomomscake. Roti-roti empuk enak buatan ibu. Ada yang manis, asin atau paduan keduanya. Untuk dimakan sendiri, berdua atau beramai-ramai, sama enaknya. Mesti coba roti sisir dan bolennya.

Meja Nona. Penyedia sekaligus teman curhat dunia per-gundam-an.

Mau pasang iklan gratis? Klik di sini

Share this post
Kabar dari pengadilan, Hollywood, dan OnlyFans💦
545byasumsi.substack.com
TopNew

No posts

Ready for more?

© 2022 Asumsi
Privacy ∙ Terms ∙ Collection notice
Publish on Substack Get the app
Substack is the home for great writing