Asumsi 5.45

Share this post
Di jalan tertulis jejak luka
545byasumsi.substack.com

Di jalan tertulis jejak luka

Asumsi
Oct 21, 2020
Share this post
Di jalan tertulis jejak luka
545byasumsi.substack.com

Oh, ajarkanlah pada mereka bagaimana caranya mengeja

DUNIA DALAM DERITA

Terungkap: Tim Peretas Spesial Asuhan Pemerintah Rusia

Sumber Foto: Unsplash

Lupakan buzzer bermodal giveaway pulsa, karena Rusia punya pasukan siber yang siap menggetarkan sukma. Seperti diwartakan The Guardian, negara tersebut tengah dirisak oleh rekan-rekannya yang lain di pergaulan internasional sebab ia ketahuan memelihara tim peretas yang kerap menghajar musuh-musuh Rusia.

Kami janji, tiap detail kasus ini lebih seru dari episode serial fiksi ilmiah distopia manapun.

Oke, ceritakan siapa mereka.

Secara resmi, mereka bernama Unit 74455 atau Pusat Teknologi Khusus. Tetapi tentu saja, mereka punya nama panggung yang lebih epik: The Sandworm Team.

Mereka bertempat di Khimki, kota satelit mungil dekat ibukota Moskow, dan berkantor di sebuah gedung pencakar langit dengan kaca berwarna biru tua yang dijuluki The Tower. The Sandworm Team dipekerjakan oleh GRU, unit intelijen militer yang diperintah langsung oleh Angkatan Darat-nya Rusia, dan punya tugas cemerlang: menggoyahkan tiap musuh Mother Russia.

Gahar. Perkasa. Penuh energi. Siapa saja korban amuk mereka?

Sandworm diduga kuat terlibat dalam pelbagai skandal level internasional. Mereka terlibat dalam peretasan untuk mempengaruhi kampanye Capres Perancis, Emmanuel Macron, pada 2017, meretas Olimpiade Korea Selatan pada 2018, menghajar habis sistem pembangkit listrik di Ukraina, serta mengganggu investigasi Inggris terhadap penyerangan seorang aktivis yang disinyalir dilakukan oleh intelijen Rusia.

Lebih heboh lagi, Sandworm disebut-sebut sebagai tim yang meretas Komite Nasional Partai Demokrat AS dan mengganggu kampanye Pilpres Hillary Clinton pada 2016. Senin (19/10) kemarin, pemerintah AS dan Inggris membeberkan bahwa Sandworm merencanakan penyerangan terhadap Olimpiade 2020 di Tokyo, sebelum perhelatan tersebut ditunda akibat pandemi COVID-19.

Astaga… mereka tidak main-main ya?

Oh, jelas tidak. Kadang, Sandworm terang-terangan menjegal musuh negara. Mereka dituduh bikin kolaps sistem pembangkit listrik di Ukraina--negara yang berkonflik dengan Rusia--sehingga ratusan ribu warga Ukraina tak mendapat listrik dan pemanas di tengah musim dingin. Mereka pun mengirim virus ke komputer investigator yang menyelidiki insiden penyerangan Sergei dan Yulia Skripal, eks-agen KGB yang kabur ke Inggris.

Namun, kadang mereka dipakai untuk alasan yang tak penting-penting amat. Misalnya, Sandworm disuruh meretas Olimpiade 2020 supaya penyelenggaraannya kacau balau sebagai balas dendam karena atlet Rusia dituduh doping dan dicekal dari Olimpiade.

Tak heran bila Asisten Jaksa Agung AS, John Demers, menyebut bahwa mereka “menggabungkan sumber daya selevel negara dengan kedewasaan emosional anak kecil tukang ngomel.” *mic drop*

Eits, tunggu dulu. Bukan itu fakta favorit kami soal tim Sandworm.

Apaan tuh?

Ketika meretas kampanye Hillary Clinton pada 2016, mereka tidak pakai nama asli. Mereka menyamar sebagai kelompok hacktivist anonimus bernama: Fancy Bear.

Yap. Fancy Bear.

*Raka Ibrahim

AMERIKA KITA SETRIKA

Aturan Baru di Debat Capres AS: Mikrofon Bakal Di-Mute

Sumber Foto: Unsplash

Biarkan kami menjelaskan.

Barangkali terinspirasi DPR Indonesia, ronde terakhir debat Capres AS antara Donald Trump kontra Joe Biden akan disemarakkan oleh aturan baru. Dalam babak pemaparan, saat kandidat tertentu dapat giliran berbicara, mikrofon lawan debatnya akan dimatikan supaya ia tak bisa menyela.

Hah, kok segitunya?

Beneran. Kamis (22/10) nanti, kedua Capres ini akan otot-ototan di debat yang dimoderatori jurnalis NBC News, Kristen Welker. Penyelenggara debat tersebut, Commission on Presidential Debates (CPD), mengumumkan aturan baru tersebut pekan ini. Dalam sesi pemaparan untuk setiap topik, setiap kandidat akan diberikan waktu dua menit untuk menjelaskan posisinya tanpa disela oleh lawan debatnya. Kedua mikrofon baru dibuka secara bebas di sesi diskusi terbuka.

Alasannya, pada debat pertama yang berlangsung 30 September 2020 lalu, kedua kandidat begitu sibuk menyela satu sama lain saat melakukan pemaparan, sehingga debat tersebut berubah jadi debat kusir.

...kedua kandidat?

Oke, salah satu kandidat. Tepatnya, Donald Trump. Setiap kali Biden angkat bicara, Trump bolak-balik menyela lawannya. Pada satu titik, Biden naik pitam dan memekik: “Bisa diam nggak, sih? Kelakuan kamu kayak bukan Presiden!”

Serius. Capres AS berantem macam dua ketua geng tukang gosip di kantin SMA.

Sudah pasti beliau mencak-mencak…

Yak benar. Trump mengeluh bahwa CPD “bias” dan ingin “memberi keuntungan bagi kandidat kesayangan mereka”. Sang petahana pun mengeluhkan tema diskusi yang dipilih oleh moderator--yakni rasisme, keluarga AS, perubahan iklim, keamanan nasional, dan kepemimpinan. Dari sisi Trump, mereka ngomel karena merasa kedua Capres sepakat tema debat terakhir ini akan fokus pada kebijakan luar negeri. Dari sisi CPD, mereka bilang tema debat adalah hak prerogatif sang moderator.

Biden sendiri menanggapi kontroversi ini dengan… tidak diplomatis. “Trump takut menghadapi pertanyaan soal tanggapannya yang amburadul terhadap krisis COVID-19,” ucap tim kampanye mereka. “Sang Presiden lebih repot memikirkan aturan debat ketimbang membantu negara yang sedang di ambang bencana.”

*Raka Ibrahim

OMNIBUS LAW

Dua (Oke, Tiga) Jalur Hukum Untuk Membatalkan Omnibus Law

Sumber Foto: Istimewa

Gelombang demonstrasi menentang Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law terus berlanjut di seluruh Indonesia. Hari ini (20/10), ribuan massa gabungan melawat di hadapan Istana Negara untuk menyampaikan penolakannya terhadap UU kontroversial tersebut. Aksi serupa pun dilaporkan di kota-kota lain seperti Ternate, Surabaya, hingga Yogyakarta. Namun, di luar demonstrasi dan aksi masyarakat sipil, apakah ada cara untuk mendorong pembatalan Omnibus Law melalui jalur hukum?

Menurut Agil Oktaryal, peneliti di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) serta pengajar di Sekolah Hukum Jentera, ada tiga jalur hukum utama untuk membatalkan Omnibus Law: melalui Mahkamah Konstitusi (MK), melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), atau melalui legislative review di DPR.

Ketiga jalur itu sama-sama terjal, dan punya plus-minusnya masing-masing.

Cara 1: Mahkamah Konstitusi

Menurut UUD 1945, warga negara berhak mengajukan permohonan ke MK apabila tidak setuju terhadap pemberlakuan suatu UU. Ada dua jalur yang bisa dipakai di MK: permohonan pengujian formil dan materil.

Proses pembentukan UU Cipta Kerja dinilai bermasalah dalam tahap perencanaan, penyusunan, dan pembahasan. Oleh karena itu, rakyat bisa mengajukan pengujian formil UU Cipta Kerja ke MK. Proses ini menelaah proses pembentukan UU yang dianggap tak sejalan dengan konstitusi dan UU No. 12 tahun 2011 sebagaimana diubah UU No. 15 tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP).

Masyarakat yang kontra UU Cipta Kerja punya alasan kuat menggugat lewat uji formil. Di tahap penyusunan, UU Cipta Kerja dinilai tak melibatkan publik dan prosesnya didominasi perwakilan pengusaha yang tergabung dalam satgas UU Cipta Kerja. Surat Presiden yang dikirim ke DPR untuk mengalihkan UU dari  tahap penyusunan ke pembahasan pun diduga cacat formil karena dikeluarkan dengan tak layak. Bila keputusan uji formil ditemukan kecacatan, UU Cipta Kerja dapat dibatalkan secara keseluruhan.

Cara lain adalah pengujian materil, atau pengujian atas pasal, ayat, atau bagian dari UU Cipta Kerja yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Menurut Oktaryal, salah satu bagian di UU Cipta Kerja yang berpotensi bertentangan dengan UUD 1945 adalah Bab X tentang Investasi Pemerintah Pusat dan Kemudahan Proyek Strategis Nasional.

Dalam bab tersebut, pengurus dan pegawai lembaga pengelola investasi tidak bisa dituntut secara perdata ataupun pidana apabila terjadi kerugian keuangan negara saat melakukan investasi. Aset mereka pun tak bisa disita penegak hukum, dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak berlaku terhadap lembaga tersebut.

Persoalannya: Netralitas MK dipertanyakan. Baru-baru ini, DPR dan Presiden mengesahkan revisi UU MK yang memperpanjang masa jabatan hakim MK hingga usia 70 tahun. Langkah ini dinilai sebagai bentuk tukar guling: jabatan hakim diperpanjang, Omnibus Law jangan dijegal.

Cara 2: Legislative Review

Bisa dilakukan, tapi kecil kemungkinan terkabul. Masyarakat bisa mendesak fraksi di DPR yang menolak UU Cipta Kerja--yakni Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera--untuk mengusulkan kembali perubahan UU Cipta Kerja dengan memasukkannya dalam Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas) tahun 2021.

Simpelnya, mengembalikan Omnibus Law ke mekanisme DPR. Memaksa DPR membahasnya ulang secara lebih menyeluruh, hati-hati, dan melibatkan pelbagai elemen masyarakat.

Persoalannya: DPR hampir satu suara mendukung Omnibus Law. Demokrat dan PKS adalah fraksi minoritas di Parlemen. Hampir mustahil fraksi lain yang rame-rame mendukung Omnibus Law akan mau membahas UU tersebut lagi di Prolegnas tahun depan.

Cara 3 dan Paling Masuk Akal: Perppu

Cara lain adalah dengan mendesak presiden menerbitkan Perppu sebagai tidakan darurat untuk membatalkan UU Cipta Kerja. Menurut ahli hukum asal Belanda, Van Dullemen, dalam bukunya Staatsnoodrecht en Democratie, ada empat syarat hukum darurat seperti Perppu diberlakukan: eksistensi negara tergantung tindakan darurat; tindakan itu amat diperlukan dan tak bisa digantikan dengan yang lain; bersifat sementara; dan saat tindakan diambil, Parlemen sedang tak dapat bersidang. Pendekatan utama hukum darurat adalah salus populi suprema lex, atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.

Persoalannya: Menurut Oktaryal, ini “cara paling tepat”. Sebab penerbitan Perppu tidak membutuhkan waktu, tenaga, dan sumber daya yang banyak, serta kewenangannya murni berada di tangan presiden.

Masalahnya: Omnibus Law digagas oleh Joko Widodo. Sehingga, mau tidak mau, harus ada tekanan publik agar ia bergeser dari posisinya semula dan menjegal UU yang ia usulkan sendiri.

*Raka Ibrahim

Kisah menegangkan tambang minyak terselubung di Sumatera Selatan.

Surat 5.45

Sempat berhenti baca berita apapun karena sibuk kuliah, tugas numpuk dan suasana hati sedang tidak baik-baik saja beberapa bulan ini. Baru kemarin lagi saya sempatkan buka email dan melihat stok bacaan Asumsi menumpuk. Jangan bosan-bosannya mengingatkan saya untuk terus membaca.

*Faika Alhabsyie

Newsletter pengingat sebelum pergi ke kantor, semoga POC-nya lancar, semakin beraneka ragam juga berita yang dibagikan.

*Gilbert

Bagi kami pendapatmu penting. Sampaikan ke bit.ly/surat545

Iklan Baris

ORENS Omah Roti & Snack. Yogyakarta. melayani pembelian snack, kue, roti, jajanan pasar sehat dan murah

Berdikari Book. Yogyakarta. #MembacaAdalahMelawan.

Mau pasang iklan gratis? Klik di sini

Share this post
Di jalan tertulis jejak luka
545byasumsi.substack.com
TopNew

No posts

Ready for more?

© 2022 Asumsi
Privacy ∙ Terms ∙ Collection notice
Publish on Substack Get the app
Substack is the home for great writing