Asumsi 5.45

Share this post
Nyalakan tanda bahaya
545byasumsi.substack.com

Nyalakan tanda bahaya

Asumsi
Oct 8, 2020
Share this post
Nyalakan tanda bahaya
545byasumsi.substack.com

Saling bantu, saling jaga

OMNIBUS LAW

Gelombang Besar Aksi Tolak Omnibus Law di Berbagai Daerah

Foto: Ramadhan/Asumsi.co

Alerta! Pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang oleh DPR RI pada Senin (5/10/20) lalu, berbuntut panjang. Gelombang aksi besar-besaran merebak di berbagai daerah di penjuru Indonesia.
 
Siapa yang turun ke jalan?
Serikat buruh/pekerja, mahasiswa, anak STM, hingga organisasi gerakan masyarakat secara umum yang berjumlah ribuan.  
 
Kapan?
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut serikat buruh melakukan mogok kerja nasional pada tanggal 6 hingga 8 Oktober. Pembagiannya: tanggal 6-7 Oktober aksi sudah berlangsung di daerah masing-masing, lalu aksi nasional (aksi puncak) akan berlangsung hari ini, Kamis (8/10).
 
Pada aksi puncak 8 Oktober ini, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) kabarnya juga ikut bergabung. Di hari yang sama, Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) bakal memindahkan titik aksi unjuk rasa ke Istana Negara, Jakarta.
 
Pengalihan titik aksi itu lantaran gedung parlemen dipastikan akan sepi dari para anggotanya. Sebab, DPR mempercepat sidang paripurna pengesahan Omnibus Law RUU Ciptaker yang semula 8 Oktober jadi 5 Oktober. DPR pun sudah memasuki masa reses sejak tanggal 6 Oktober kemarin sampai 8 November.
 
Apa yang dituntut?
Secara garis besar, buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat kompak menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
 
Ada tujuh hal yang ditolak buruh dalam RUU Cipta Kerja, yakni upah minimum penuh syarat, pesangon berkurang, kontrak kerja tanpa batas waktu, outsourcing seumur hidup, baru dapat kompensasi minimal satu tahun, waktu kerja yang berlebihan, dan hingga hak upah cuti yang hilang.
 
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga didesak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pencabutan UU Ciptaker.
 
Mengapa aksi itu terjadi?
Selain karena UU Cipta Kerja yang dinilai bermasalah, tentu saja tingkah DPR yang kucing-kucingan saat melakukan pengesahan saat rapat paripurna bikin masyarakat marah. Semula, jadwal pengesahan akan berlangsung 8 Oktober, tapi dipercepat pada 5 Oktober.
 
Rapat paripurna tersebut dihadiri oleh 61 anggota secara fisik dan 195 secara virtual. Namun, total anggota yang hadir sebanyak 318 orang dari 575 orang. Itu artinya ada total 257 orang anggota DPR yang bolos atau tidak hadir dalam rapat paripurna, ckckck.
 
Namun, menurut tata tertib dan mekanisme yang ada, jumlah total 318 anggota DPR yang hadir itu tetap aja bisa untuk memulai rapat dan mengambil keputusan.
 
Dalam rapat, ada tujuh fraksi yang menyatakan setuju, yakni PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN. Sementara dua fraksi yang menolak adalah PKS dan Demokrat.
 
Di mana saja titik aksi?
Adapun sebaran titik mogok nasional dan aksi akan berlangsung di berbagai provinsi seperti Jakarta, Jawa Barat, Banten, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Lampung, NTB, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua Barat.

OMNIBUS LAW

Tips Hadapi Tindakan Represif Aparat yang Memaksa Tes Urine saat Aksi

Foto: Ramadhan/Asumsi.co

Guys, mungkin ada dari kalian yang akan ikut dalam aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja hari ini, Kamis (8/10). Nah, seringkali demonstrasi yang berujung chaos atau rusuh membuat aparat penegak hukum atau kepolisian menangkap massa aksi secara acak untuk mencari dalang provokasi, lalu menggeledah dan memaksa mereka yang ditangkap untuk melakukan tes urine terkait narkotika.

Nah, jadi ada hal-hal yang perlu kalian perhatikan sebelum turun ke jalan, terutama saat kalian mengalami tindakan represif seperti penangkapan sewenang-wenang oleh aparat kepolisian yang diikuti dengan pemaksaan tes urine. Kami menanyakan langsung perihal itu ke Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).

Apa saja yang harus kalian pahami?

Pertama, kalian harus paham dulu bahwa tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya itu merupakan kewenangan penyidik dalam tahap penyidikan. Hal itu sesuai Pasal 75 huruf L, UU Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Perlu kalian pahami bahwa untuk melakukan penangkapan terhadap seseorang, itu perlu ada bukti permulaan yang cukup. Bukti permulaan yang cukup merupakan alat bukti untuk menduga adanya suatu tindak pidana dengan mensyaratkan minimal satu laporan polisi ditambah dengan satu alat bukti yang sah. 

Jika memang sudah ada hasil tes urine sebagai alat bukti yang menunjukkan bahwa orang tersebut positif menggunakan narkotika, maka orang tersebut dapat ditangkap. Tapi kalau nggak ada bukti? Ya nggak boleh sembarangan lah.

Kedua, penyidikan berdasarkan Pasal 1 angka 2 KUHAP adalah "Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya,"

Jadi, kalian bisa menolak tes urine tersebut, apabila..

  1. penyidik tidak bisa menunjukkan barang bukti (narkotikanya) pada saat kalian diperiksa dan,

  2. pemeriksaannya belum masuk tahap penyidikan;

Konsekuensi yang didapatkan apabila hasil tes urine kamu positif walaupun tidak ditemukan barang bukti narkotika, maka kamu dapat dioper ke tim asesment terpadu untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk rehabilitasi sesuai Surat Edaran Bareskrim No. SE/01/II/2018/Bareskrim;

Bagaimana kalau kamu tetap diperiksa dan dipaksa tes urine?

Nah, kalau kamu merasa menghadapi kesulitan ketika proses pemeriksaan atau menemukan praktik transaksional, maka kamu langsung saja menghubungi tim advokasi melalui hotline 0818-8289-0066

Lalu, apakah polisi memiliki kewenangan memukul demonstran?

Ini tentu saja yang paling sering terjadi. Perlu diketahui, demonstrasi sendiri diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Memang, dalam pelaksanaannya, penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi) dapat menimbulkan kericuhan, sehingga diperlukan adanya pengamanan. 

Untuk itu, pemerintah memberikan amanat kepada Polri dalam Pasal 13 ayat (3) UU 9/1998 yakni dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Yang paling penting, merujuk Pasal 13 Perkapolri 9/2008, dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara (demonstrasi), aparatur pemerintah (dalam hal ini Polri) berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

  1. melindungi hak asasi manusia;

  2. menghargai asas legalitas;

  3. menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan

  4. menyelenggarakan pengamanan.

Sehingga, dalam menangani perkara penyampaian pendapat di muka umum, harus selalu diperhatikan tindakan petugas yang dapat membedakan antara pelaku yang anarkis dan peserta penyampaian pendapat di muka umum lainnya yang tidak terlibat pelanggaran hukum (Pasal 23 ayat [1] Perkapolri 9/2008);

  1. terhadap peserta yang taat hukum harus tetap di berikan perlindungan hukum;

  2. terhadap pelaku pelanggar hukum harus dilakukan tindakan tegas dan proporsional;

  3. terhadap pelaku yang anarkis dilakukan tindakan tegas dan diupayakan menangkap pelaku dan berupaya menghentikan tindakan anarkis dimaksud.

Yang paling penting dan perlu diperhatikan, bahwa pelaku pelanggaran (massa aksi/demonstran) yang telah tertangkap, tetap harus diperlakukan secara manusiawi (tidak boleh dianiaya, diseret, dilecehkan, dan sebagainya).

Yuk, tengok kanan kiri, pantau setiap pergerakan kawan-kawan kalian. Saling bantu, saling jaga ya!

INTERNASIONAL

Tiga Petugas Penjara AS Paksa Napi Dengarkan Lagu ‘Baby Shark’, Apa Hukumannya?

Foto: Tangkapan Layar YouTube

Ya, betul. Lagu “Baby Shark” yang lucu dan melegenda beberapa tahun terakhir itu justru memicu petaka di penjara Negeri Abang Sam.

Apa perkaranya?
Jadi, ada tiga mantan petugas penjara di Oklahoma, Amerika Serikat (AS) yang saat ini tengah menghadapi tuntutan pidana setelah mereka memaksa narapidana untuk berulang kali mendengarkan "Baby Shark". Lagu populer di kalangan anak-anak itu disebut banyak dibenci oleh orang tua di seluruh dunia.

Seperti dilansir dari New York Times, Rabu (7/10/20) Christian Miles dan Gregory Butler, keduanya berusia 21 tahun dan mantan petugas penahanan Penjara Oklahoma County, serta mantan pengawas mereka, Christopher Hendershott (50) didakwa pada hari Senin (5/10) dengan kekejaman terhadap tahanan, hukuman fisik kepada seorang narapidana dan konspirasi, demikian menurut catatan Pengadilan Distrik Oklahoma County.

Setidaknya pada lima kali kesempatan di bulan November dan Desember yang melibatkan lima narapidana, masing-masing secara terpisah, Miles dan Butler menempatkan para napi itu ke ruang kunjungan pengacara yang kosong. Keduanya kemudian memborgol para narapidana menghadap ke dinding, memaksanya berdiri selama dua jam, demikian hasil penyelidikan internal sebelum dakwaan.

Lagu "Baby Shark" diputar berulang-ulang, melalui komputer, sementara para narapidana dipaksa untuk mendengarkannya. "Lagu itu dikatakan sebagai lelucon antara Miles dan Butler," kata Miles kepada penyelidik.

Sayangnya tak ada hukuman pasti kepada pelaku
David Prater, jaksa wilayah Oklahoma County, mengatakan ketiganya telah bertindak "secara bersama-sama, dengan sengaja dan salah" dengan "cara yang kejam atau tidak manusiawi" ketika mereka menghukum narapidana.

Memainkan lagu itu berulang-ulang menempatkan "tekanan emosional yang tidak semestinya pada para narapidana yang kemungkinan besar sudah menderita" karena diborgol ke dinding, tulis Prater.

Meskipun ketiga tuduhan tersebut adalah pelanggaran ringan, Prater mengatakan kepada surat kabar The Oklahoman bahwa dia "lebih suka mengajukan tindak pidana atas perilaku ini".

"Sangat disayangkan saya tidak dapat menemukan undang-undang tindak pidana yang sesuai dengan skenario fakta ini," katanya. Butler dan Miles mengundurkan diri selama penyelidikan internal, dan Letnan Hendershott pensiun, menurut sheriff county, PD Taylor kepada koran setempat.

Kalau kamu membiarkan saja, kamu berikutnya.

Surat 5.45

Aku tidak suka negara, tapi aku suka 5.45 Asumsi. Terima kasih untuk pemilihan tema yang penting setiap pagi dan kebahasaan yang oke bingit. Jangan lupa makan, ya. Biar kuat terus menyalakan keberanian rakjat akar rumput bunga-bunga putri malu :).

*Nai

"Terima kasih 5.45 Asumsi selalu nemenin perjalananku tiap pagi di bus (pagi ini sambil denger It Hurts - 2NE1:')). Senang baca Asumsi karena bisa menyuarakan semua keresahan dengan tulisan2 yang rapih dan menyenangkan. Terima kasih untuk tulisan-tulisan dan karya yang tulus."

*Ezrani

Bagi kami pendapatmu penting. Sampaikan ke bit.ly/surat545

Iklan Baris

Kopi Dari Pada. Jakarta Selatan. Dari: Kopi Dari Pada. Pada: Kamu yang Baca Ini.

Cheers Photography. Surabaya. Photography Wedding di Surabaya.

Go Freshoes. Jl. Permata Uthama II No.14. Go Freshoes only 35k deep clean, FREE pickup and delivery (Bintaro Only).

Mau pasang iklan gratis? Klik di sini

Share this post
Nyalakan tanda bahaya
545byasumsi.substack.com
TopNew

No posts

Ready for more?

© 2022 Asumsi
Privacy ∙ Terms ∙ Collection notice
Publish on Substack Get the app
Substack is the home for great writing