Akhir pekan, bacaan menyenangkan
Semua orang boleh ambil bagian.

Inilah film-film Indonesia di Festival Film Locarno yang bisa kita tonton secara gratis
Berlangsung selama 5-15 Agustus saja.
Pandemi membuat penyelenggaraan festival film di seluruh dunia terkendala, tak terkecuali dengan Festival Film Locarno yang biasanya mempertontonkan film-film pilihannya di ruangan terbuka berkapasitas 8.000 orang di Swiss.
Walaupun begitu, festival ini tetap berlangsung dengan meluncurkan sejumlah inovasi. Beberapa film yang pernah tayang di festival ini kini dapat dinikmati secara online dan gratis melalui platform VOD di situs https://play.locarnofestival.ch/ yang daftar lengkapnya dapat dilihat di sini.
Berlangsung selama 5-15 Agustus 2020, penayangan film secara online punya tujuan untuk “memperkenalkan sinema independen dan auteur” kepada penonton di seluruh dunia. Dalam program bertajuk Open Doors Screenings, Locarno secara khusus menayangkan film-film asal Asia Tenggara dan Mongolia, tak terkecuali Indonesia. Dengan 10 film panjang dan 10 film pendek, program ini juga akan diikuti dengan sesi diskusi bersama sutradara film dan programmer-nya.
Film-film Indonesia yang dapat kamu tonton di program Open Doors Screenings ini adalah sebagai berikut.
Atambua 39 Celcius (Riri Riza, 2012)
Referendum kemerdekaan Timor Leste pada 1999 membuat sebuah keluarga terpecah. Joao dibawa bapaknya, Ronaldo, pindah ke Atambua, sementara ibu dan adiknya tinggal di Timor Leste. Adaptasi ke lingkungan baru menjadi tantangan besar bagi sang keluarga: Ronaldo kesulitan mempertahankan pekerjaannya, sementara Joao jatuh hati dengan seorang perempuan Kupang yang punya luka lamanya sendiri.
Film berdurasi 80 menit ini telah memenangkan berbagai festival film internasional, seperti memenangkan penghargaan sutradara terbaik di ASEAN International Film Festival and Awards (2013), pemenang penghargaan INALCO Jury di Vesoul Asian Film Festival (2013), dan menjadi nominee Tokyo Grand Prix pada Tokyo International Film Festival (2012).
Kado (Aditya Ahmad, 2018)
Film pendek kedua karya Aditya Ahmad ini mengikuti Isfi, perempuan maskulin yang mesti menyesuaikan diri dengan teman-temannya di sekolah dan keluarganya sendiri. Kita tak pernah diberitahu secara gamblang apakah Isfi mengidentifikasi dirinya sebagai trans laki-laki, dan mungkin Isfi pun masih selalu mempertanyakannya. Pergulatan dengan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya itu senantiasa jadi makanan sehari-hari: di satu sisi, ia mesti berganti baju ke seragam perempuan untuk bisa bermain dengan teman perempuannya. Di sisi lain, ada tuntutan yang tak terlihat untuk selalu bersikap gagah ketika berada di antara anak laki-laki.
Kado mencetak sejarah dengan memenangkan penghargaan film pendek terbaik di Venice Film Festival (2018). Film ini juga menjadi pemenang Silver Screen Award di Singapore International Film Festival (2018) dan menjadi nominee penghargaan di sejumlah festival film internasional lainnya.
Kucumbu Tubuh Indahku (Garin Nugroho, 2018)
Sepanjang hidupnya, trauma seperti selalu mengintai Juno. Sejak kecil, remaja, hingga dewasa, ia selalu bergulat dengan identitas diri dan situasi ekonomi politik yang tak stabil: ayahnya meninggalkan dirinya semasa kanak pada masa pembantaian 1965, ia mesti menyaksikan gurunya digelandang oleh warga setempat karena dianggap bertindak asusila. Kisah cintanya dengan seorang laki-laki pun tak berjalan mulus.
Film ini sempat diliputi kontroversi, dikecam oleh sejumlah kalangan karena menyorot karakter LGBTQ yang dianggap oleh mereka bertentangan dengan budaya Indonesia. Film ini pun berakhir dilarang tayang di tujuh kota dan kabupaten, yaitu di Padang, Palembang, Pekanbaru, Garut, Pontianak, dan Kubu Raya.
Terlepas dari penolakan itu, film ini memenangkan penghargaan Film Panjang Terbaik dan Sutradara Terbaik di Festival Film Indonesia 2019. Kucumbu Tubuh Indahku juga tayang pertama kali di Venice Film Festival (2018) dan memenangkan UNESCO Award di Asia Pacific Screen Awards (2018).
Tak ada yang gila di kota ini (Wregas Bhanuteja, 2019)
Film pendek adaptasi cerita pendek Eka Kurniawan ini berkisah tentang orang-orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang hidupnya secara sengaja dipinggirkan dari masyarakat, tetapi juga pada saat yang sama dieksploitasi sebagai objek wisata underground--selayaknya hewan yang dipamerkan di kebun binatang. Ironi ini lantas seolah mempertanyakan balik: siapa yang sebenarnya gila di kota ini?
Film pendek ketujuh Wregas Bhanuteja ini telah melanglang buana ke berbagai festival film internasional: berkompetisi di Sundance Film Festival (2020), Singapore International Film Festival (2019), Clermont-Ferrand International Short Film Festival (2020), dan lain-lain. Tak ada yang gila di kota ini juga memenangkan penghargaan Film Pendek Fiksi Terbaik di Festival Film Indonesia (2019).
What They Don’t Talk About When They Talk About Love (Mouly Surya, 2013)
Orang dengan disabilitas juga bisa jatuh cinta dan dicintai, dan inilah yang menjadi premis dari film panjang kedua Mouly Surya, What They Don’t Talk About When They Talk About Love. Berlatar tempat di sekolah bagi anak berkebutuhan khusus, film ini mengikuti Diana, perempuan yang hanya memiliki jarak pandang sejauh 2 cm dan Fitri, perempuan yang tidak bisa melihat sejak lahir. Diana jatuh Cinta dengan Andhika yang juga tidak bisa melihat, sementara Fitri secara rutin bertukar surat dengan seseorang yang ternyata tuli. Sama seperti kisah cinta orang-orang yang able-bodied, kisah Diana dan Fitri punya lika-likunya tersendiri.
Film ini dianugerahi Netpac Award di Rotterdam International Film Festival (2013) dan APFF Award di Asia-Pacific Film Festival (2013). What They Don’t Talk About When Talk About Love pun menjadi nominee penghargaan di festival bergengsi lainnya, seperti Hong Kong International Film Festival (2013), Sundance Film Festival (2013), dan Asian Film Awards (2014).
*Permata Adinda

Bantu kami sebar kebaikan tiap pagi: bit.ly/545Asumsi
Ini Blok M, semua orang boleh ambil bagian
"M" pada Blok M bisa saja berarti masa depan.
Dulu sekali, saya selalu mengira “M” di dalam Blok M adalah singkatan dari market, atau makanan, atau Metromini. Pastilah salah satu dari, atau malah gabungan, ketiganya. Semenjak pertama kali mengunjungi tempat itu, sejauh mata memandang ada keramaian orang bertransaksi, penjual makanan berderet-deret--baik gerai maupun gerobak, dan bus kota Metromini.
Dalam kunjungan-kunjungan setelahnya pun tidak ada yang berubah, kecuali Metromini yang semakin lama semakin sedikit dan kini lenyap. Namun, yang pasti, selalu ada alasan untuk kembali ke Blok M, entah untuk berbelanja, makan, nongkrong, atau sekadar menjadikannya titik temu. Blok M seakan diciptakan untuk terus bertransformasi merespons zaman. Ia tak lekang oleh pergaulan dan tren yang silih berganti. Sejak puluhan tahun lalu, lampu-lampunya terus menyala.
Semenjak berkuliah, tepatnya ketika mengambil mata kuliah sosiologi perkotaan, saya mengetahui bahwa “M” hanyalah cacahan alfabetik atas proyek kota satelit yang terdiri atas 19 blok, Blok A hingga S. Kota itu direncanakan pemerintah Republik Indonesia pada 21 September 1948. Diberi nama Kotabaru Kebayoran, peletakan batu pertama pembangunannya dilaksanakan pada 18 Maret 1949.
Mutohar Sudiro dalam bukunya Pembangunan Kotabaru Kebajoran (1953) mengatakan kawasan yang kini menjadi kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu merupakan kota pertama yang dirancang arsitek Indonesia M. Soesilo dengan mengadaptasi konsep kota taman dari perencana tata kota asal Inggris Ebenezer Howard.
Ia dibangun sebagai solusi atas masalah kekurangan perumahan, dan diharapkan dapat menunjang Kotapradja Djakarta. Dalam rancangan tersebut, Blok M diletakkan tepat di tengah-tengah sebagai pusat perniagaan.
Kini kita tahu bahwa Blok M tak hanya memikat penduduk Kebayoran Baru, tetapi juga hampir seluruh penduduk DKI Jakarta.
Blok M juga kerap diasosiasikan sebagai lanskap “gaul” dalam budaya pop Indonesia dari masa ke masa. Mulai dari novel Lupus karya Hilman Hariwijaya, film Catatan Si Boy karya Nasri Cheppy, hingga yang terbaru, film Filosofi Kopikarya Angga Sasongko yang diadaptasi dari novel Dewi Lestari, menggunakannya sebagai latar.
Pada akhir tahun 90-an, bermunculan pula puluhan toko bergaya Jepang. Kala itu, orang-orang Jepang yang tinggal di Indonesia beramai-ramai mendirikan restoran, bar, karaoke, hingga sauna. Sampai sekarang, bangunan-bangunan tersebut masih menjadi daya tarik bagi pengunjung--secara kolektif dikenal dengan nama Little Tokyo--dan dapat diakses secara mudah berkat stasiun MRT di bagian baratnya.
Di area barat daya, gudang Perusahaan Umum Percetakan Uang RI (Peruri) yang berdiri sejak tahun 1971 dan dibiarkan kosong sejak 2005 disulap menjadi ruang kreatif yang dinamai M-Bloc. Sejak dibuka secara resmi pada September 2019 lalu, ruang yang kini menjadi rumah pemasaran bagi berbagai produk kriya, kuliner, seni rupa, co-working space, hingga hall yang difungsikan sebagai tempat konser itu sanggup menarik banyak pengunjung setiap harinya.
Filsuf asal Perancis Henri Lefebvre mengatakan bahwa ruang selalu didirikan atas kondisi-kondisi material yang konkret. Kondisi-kondisi material tersebut dibentuk dan disimbolisasi ke dalam konsep dan tatanan mengenai ruang. Namun pada saat yang sama, terlepas dari berbagai konseptualisasi dan saintifikasi mengenai ruang, ruang juga senantiasa terdiri dari pengalaman hidup manusia yang aktif.
Mengesampingkan makna “M” yang dimaksudkan perancangnya, saya rasa setiap orang bisa memberikan makna tersendiri bagi Blok M berdasarkan pengalamannya di dalam ruang itu. “M” pada Blok M bisa saja berarti menyenangkan, meriah, atau menarik. Atau, barangkali, masa depan.
Dukung Asumsi agar dapat terus menyajikan tayangan bermutu dengan berdonasi di sini.
*MM Ridho
Surat 5.45
Hati saya menghangat sehabis membaca tulisan Kak Permata Adinda tanggal 7 Agustus. Almarhum ayah saya sempat menjadi reporter sebelum akhirnya memutuskan untuk membuka usaha sendiri. Dulu, ia selalu bilang berbahagialah mereka yang bekerja untuk menyuarakan kebenaran. Semangatnya juga yang membuat saya berbangga dan mendukung seorang teman saya untuk mengambil jurusan jurnalistik pada tahun 2016 silam, meskipun pada saat itu pilihan teman saya dipandang sebelah mata oleh banyak orang. Semangat, ya, untuk seluruh keluarga Asumsi. Semoga kalian selalu bergairah untuk menyampaikan kebenaran, dan dipenuhi rasa bahagia dalam menjalankan tanggung jawab kalian.
*Lia
Halo, Asumsi. Saya benar-benar selalu senang membaca tulisan kalian. Favorit saya edisi 31 Juli 2020 yang judulnya "Dari mana datang gembira." Ya ampun, ini relate banget sama kondisiku sekarang, sampai kuforward emailnya ke suamiku. Makasih, Asumsi, karena udah memberikan bacaan dengan gaya tulisan yang menarik banget.
*Ria
Bagi kami pendapatmu penting. Sampaikan ke bit.ly/surat545
Iklan Baris
Khsbgt. Tambun Selatan, Bekasi Timur. Kamu bisa custom gambar kamu sendiri untuk dicetak di barang apa pun! Barang yang kamu saja yang punya di dunia ini!
Fixpit Bookstore. Yogyakarta. Penuhi nutrisi pikiranmu! Belanja buku di Fixpit Bookstore, dapatkan potongan DISKON & GRATIS ONGKIR. 100% Garansi BUKU ORIGINAL!
Seblak Greget Bdl. Bandar Lampung. Kerupuk seblak greget daerah Bandar Lampung. Tersedia dalam 3 rasa: super pedas, pedas asin dan jagung bakar. 6k per bungkus, yang minat order follow ig : @seblakgreget.bdll
Mau pasang iklan gratis? Klik di sini