A lot's gonna change in your lifetime
Nyalakan api dalam hati, usiri segala kelamnya

Indonesia, negara dengan performa tes COVID-19 terburuk di dunia setelah Bangladesh
Kapasitas Balitbangkes 1.700, kenapa setiap harinya hanya ada 100-an tes?
Kamu kok gelisah sekali? Seharusnya santai saja, kan, enak bisa bekerja di rumah?
Memang, sih, tapi ada saja yang bikin gelisah. Soalnya, saya ngerasa proses penanganan di negara kita lambat banget kalau dibandingkan negara-negara lain. Nggak perlu jauh-jauh, tengok saja negara tetangga.
Masa, sih? Memangnya bagaimana?
Nih, ya, sebagai perbandingannya, sejauh ini Kemenkes RI baru melakukan 7.621 tes. Sementara, Vietnam telah melakukan lebih dari 73.000 tes, Malaysia telah melakukan lebih dari 45.000 tes, dan Korea Selatan sudah melakukan 443.000 tes sejauh ini.
Jadi, Indonesia hanya melakukan dua tes untuk setiap 100.000 penduduk. Sedangkan Malaysia melakukan 112 tes, Singapura 672 tes, dan Korea Selatan 843 tes untuk setiap 100.000 penduduknya.
Tiap harinya, ada berapa sampel yang dites?
Jumlahnya terbilang sangat minim. Padahal, pada 28 Maret, ada sebanyak 1.439 spesimen yang dites. Namun, setelahnya, menurun menjadi 491 spesimen, dan kemudian menjadi 268 spesimen pada 30 Maret. Pada 30 dan 31 Maret lalu, ada 129 dan 114 spesimen yang dites, dan semuanya positif COVID-19.
Hal ini dikonfirmasi oleh Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih. “Masih terhitung kecil. Perlu dilakukan yang lebih luas, massal, dan cepat,” kata Daeng dikutip dari Kompas.com.
Padahal, Korea Selatan dapat melakukan tes pada 15 ribu sampel setiap harinya. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan performa tes COVID-19 terburuk di dunia setelah Bangladesh.
Waduh... bukannya kita sudah menggandeng banyak lembaga untuk melakukan tes secara besar-besaran, ya?
Kemenkes memang bekerja sama dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang dapat memproses sekitar 240 tes setiap hari dan Lembaga Penyakit Tropis (LPT) Universitas Airlangga (Unair) yang dapat melakukan sekitar 200-300 tes dalam tiga hari. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto, pernah menyebutkan bahwa kapasitas pemeriksaan Balitbangkes setiap harinya adalah 1.700 spesimen. Totalnya, pemerintah semestinya dapat melakukan hingga 2.000 tes dalam sehari.
Herawati Sudoyo, Deputi Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, mengatakan mereka telah melaporkan hasil tes yang telah diproses setiap harinya kepada Kemenkes, baik yang positif COVID-19 maupun yang negatif. “Mereka [Kemenkes] minta dua-duanya,” kata Herawati.
Setiap harinya, Eijkman melaporkan sekitar 160-180 sampel kepada Kemenkes. Sementara itu, situs Info Emerging Kemenkes, jumlah sampel selesai diproses yang dilaporkan setiap harinya bisa kurang dari 160-180. Kemenkes juga tidak melaporkan dari lembaga atau laboratorium mana saja spesimen-spesimen tersebut berasal.
Wah, jangan-jangan ada kendala dalam prosesnya?
Herawati memang mengakui kapasitas laboratorium Eijkman mengalami penurunan, sebab mereka tersendat di proses ekstraksi DNA/RNA. “Sekarang itu kasusnya banyak sekali, sehingga kami nggak bisa mengikuti. Dengan sumber daya manusia kami yang terbatas, sehari kurang lebih 180 lah,” kata Herawati.
Akan tetapi, mulai minggu depan, Eijkman berencana untuk menambah kapasitas tes. “Kami akan mendapatkan alat robotik, sehingga ekstraksi tidak perlu dilakukan secara manual. Kami bergerak, kok, karena kami juga merasa terlalu lambat.”
Sementara itu, Achmad Yurianto menyatakan bahwa pemerintah tidak tahu secara pasti jumlah spesimen pasien terduga COVID-19 yang diperiksa setiap harinya. “Yang saya ketahui yang positif saja. Untuk lebih jelasnya bisa ke Balitbang Kemenkes,” tuturnya. Balitbang Kemenkes tidak merespons permintaan wawancara Asumsi.co hingga saat ini.
Herawati mengatakan spesimen yang telah masuk ke Balitbangkes, Eijkman, dan LPT Unair datang dari rumah-rumah sakit rujukan saja. “Kami hanya memeriksa yang dikirim oleh rumah sakit, dan itu berarti mereka sudah memiliki gejala. Jadi kasusnya saja sudah terseleksi,” kata Herawati. “Mereka-mereka yang tidak punya gejala klinik dengan kemungkinan positif mungkin jauh lebih banyak daripada yang sakit."
Kalau informasi dari pemerintah masih belum jelas begitu, apa ada informasi dari sumber lain?
Sejumlah pihak, sih, mengestimasi jumlah kasus positif COVID-19 telah jauh lebih banyak daripada yang dilaporkan oleh pemerintah. Korea Selatan dengan jumlah kematian 174 orang, misalnya, telah mencatat lebih dari 10.000 kasus. Bahkan, Filipina telah melaporkan lebih banyak kasus (2.633) dari Indonesia untuk jumlah kematian yang lebih sedikit (107). Indonesia pun jadi negara kedua di Asia setelah Cina dengan jumlah kematian terbanyak.
Berdasarkan pemodelan matematis yang dilakukan oleh London School of Hygiene and Tropical Medicine UK, diestimasikan bahwa jumlah kasus yang terdeteksi di Indonesia hanyalah sekitar 4,5% dari kasus sebenarnya. Artinya, diperkirakan seharusnya terdapat lebih dari 39.000 kasus COVID-19 saat ini.
Jika mengikuti perhitungan Universitas Oxford di Our World in Data, jumlah kasus di Indonesia yang akan berlipat ganda setiap 7 hari akan membuat Indonesia mempunyai 70.000 kasus pada 10 April mendatang.
Kalau begini, membingungkan juga, ya. Apa ada saran dari para ahli?
Melakukan social distancing dikatakan tidak cukup jika tidak dibarengi dengan tes massal. WHO Director General Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan kunci utama untuk menanggulangi wabah COVID-19 adalah tes sebanyak-banyaknya. “Kamu tak bisa melawan virus jika kamu tak tahu di mana letaknya.”
Dengan melakukan tes massal, maka akan dapat lebih mudah untuk mengidentifikasi cluster penyebaran virus, mencari jejak orang yang pernah berkontakan, dan memastikan mereka dikarantina atau mengisolasi diri.
Sementara itu, menurut ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Indonesia akan menjumpai kenaikan angka kematian yang drastis jika tes massal tak juga dilakukan. Dalam pemodelan mereka yang berjudul “Covid-19 Modelling Scenarios Indonesia”, tim FKM mengestimasi jumlah kematian di Indonesia pada pertengahan Mei mendatang jika pemerintah melakukan intervensi secara rendah, sedang, dan tinggi.
Dalam skenario intervensi tinggi—yaitu melakukan tes massal dengan cakupan tinggi dan melakukan karantina wilayah—maka jumlah kematian dapat ditekan menjadi 11.898 kasus. Angka tersebut sudah terbilang tinggi, tetapi akan menjadi semakin parah jika intervensi pemerintah masih longgar seperti saat ini.
Intervensi sedang (melakukan tes massal dan memperketat social distancing) masih akan membuat angka kematian mencapai 47.984 jiwa. Sementara intervensi rendah seperti sekarang ini (minim tes dan minim aturan social distancing) berisiko membuat angka kematian melonjak drastis menjadi 144.266.
Jadi, baiknya kita harus bagaimana?
Idealnya, menurut Herawati, tak hanya orang yang telah menunjukkan gejala yang diperiksa, tetapi semua orang. “Kalau kita mau seperti negara-negara lain, semuanya diperiksa,” pungkasnya.
*Permata Adinda

Seberapa besar kemungkinan tertular bagi masyarakat ketika jenazah dimakamkan di dekat perumahan?
Bantu kami sebar kebaikan tiap pagi: bit.ly/545Asumsi
BIN: 100 ribu kasus COVID-19 akan tembus pada akhir Juli
Ngeri-ngeri sedap dan harus bertindak cepat
Kemarin (2/4), Badan Intelijen Negara (BIN) menyampaikan prediksinya yang teranyar: penyebaran virus COVID-19 akan memuncak pada bulan Juli 2020.
Temuan ini disampaikan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Doni Monardo, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR. Jumlah kasus positif COVID-19 akan meningkat secara berangsur tiap bulannya--1.577 kasus pada akhir Maret, 27.307 pada akhir April, 95.451 pada akhir Mei, lalu 105.765 pada akhir Juni.
Bulan Juli akan jadi pertaruhan pamungkas. Menurut kajian BIN, setidaknya 106.287 kasus akan tercatat dalam periode puncak tersebut.
Dalam rapat yang dilakukan secara virtual tersebut, Monardo juga menyampaikan bahwa terdapat 50 kabupaten atau kota prioritas yang berisiko tinggi jadi zona merah penyebaran COVID-19. Sebanyak 49 persen wilayah rentan tersebut berlokasi di pulau Jawa. Banyak wilayah tersebut dinilai bahaya sebab infrastruktur kesehatan di sana belum siap.
Prediksi terbaru BIN ini meleset jauh dari perkiraan awal mereka yang sempat disampaikan beberapa pekan lalu. Pada 14 Maret 2020, perwakilan BIN memprediksi bahwa puncak penyebaran COVID-19 akan jatuh pada Mei 2020.
"Jadi, kalau kita hitung-hitung, masa puncak itu mungkin jatuhnya di bulan Mei, berdasarkan permodelan ini. Bulan puasa, bulan puasa," ujar Deputi V BIN Afini Boer, seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Perkiraan awal ini sudah sempat diragukan keabsahannya oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. "Kita memang bisa melakukan prediksi (penyebaran corona), tetapi dari mana perhitungannya (BIN) saya tidak tahu," ucap Wakil Kepala LBM Eijkman Profesor Herawati Sudoyo, seperti dikutip dari Katadata.
Sebelumnya, akademisi dan politisi pun telah menawarkan prediksinya masing-masing soal puncak penyebaran virus COVID-19. Dr. Nuning Nuraini dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB memprediksi bahwa kasus COVID-19 di Indonesia akan memuncak pada akhir Maret 2020, dan pandemi berakhir pada pertengahan April 2020. Meskipun begitu, ia memperingatkan bahwa hitungan tersebut belum final.
Alumni Departemen Matematika Universitas Indonesia mengestimasi bahwa pandemi COVID-19 akan memuncak pada 16 April 2020, dan diperkirakan berakhir pada Mei hingga awal Juni 2020.
Prediksi serupa pun ditawarkan Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Sandiaga Uno. Kajian timnya memprediksi bahwa COVID-19 baru surut di Indonesia pada awal Mei 2020.
"Sesuai dengan model ini, diperkirakan antara awal Mei, akhir April maupun di sekitar timeline itu (akan mulai berakhir). Bisa juga maju 2 minggu atau mundur 2 minggu. Kita bisa lihat sampai ke bulan awal Juni kemungkinan terburuk," ucap Sandiaga, seperti dilansir Kumparan.
*Raka Ibrahim
Surat 5.45
Sejak minggu yang lalu saya mulai berhenti membaca berita. Dari televisi, medsos, maupun media yang lain. Termasuk newsletter ini, sehingga keberadaannya menumpuk di inbox email saya. Alasannya karena sudah terlalu ramai dan gaduh informasi yang tidak membuat situasi membaik atau pun ketakutan mereda. Tapi hanya membuat pusing.
Karena tidak sengaja terpencet tombol submit, akhirnya hari ini saya membaca lagi untuk mengetahui informasi terkini. Menghabiskan sisa-sisa newsletter 5.45 yang belum terbaca dan beberapa media lain. Di antara berbagai sumber informasi yang saya baca, 5.45 memberikan informasi tanpa menakut-nakuti. Memberi saya harapan bahwa masih ada cara waras yang bisa dipratekkan selama pandemi ini. Untuk itu terima kasih Asumsi dan tim 5.45.
*Agri Satrio
Bagi kami pendapatmu penting. Sampaikan ke bit.ly/surat545
Kalau kamu punya informasi penting tentang kesalahan penanganan wabah COVID-19 di tingkat pengambil kebijakan dan ingin menjadi whistleblower, kirimkan pesanmu ke redaksi@asumsi.co. Kami bisa menjaga kerahasiaan identitasmu.
Iklan Baris
Nordjava. Kedungwuni, Pekalongan. Bikin kaos, jaket, jersey, dan merchandise lainmu di Nordjava.
Lekka Footwear. Bandung. Living in this pandemic era is not as easy as asking girls number on dating apps, but life need to keep going, KEEP PUSHING for any possibilities, keep curious. Today after a long hiatus, we are introducing KYEO series. KYEO is now available in two colorway, more details to catch, just hit the link.
Dala. Bandung/Online. Perlu outer untuk OOTDmu? Hubungi Dala untuk melengkapi penampilanmu.
Tobunana. Jakarta. Hi! Kami menjual buku-buku import terkini, dijamin 100% original dan yang pasti lebih murah dari toko buku pada umumnya. Yuk mampir.
Mau pasang iklan gratis? Klik di sini