Asumsi 5.45

Share this post
Ini bukan situasi terbaik, tapi harapan selalu ada
545byasumsi.substack.com

Ini bukan situasi terbaik, tapi harapan selalu ada

Asumsi
Mar 24, 2020
Share this post
Ini bukan situasi terbaik, tapi harapan selalu ada
545byasumsi.substack.com

Percayalah, hati, lebih dari ini pernah kita lalui

Klorokuin dan avigan untuk sementara

Jumlah kasus berlipat ganda, beban rumah sakit semakin berat

Jumat lalu pemerintah bilang sudah memesan dua juta avigan dan menyiapkan tiga juta klorokuin untuk pasien positif Corona. Kita bisa agak tenang?

Menurut Presiden Jokowi, hasil riset dan pengalaman beberapa negara lain menunjukkan bahwa kedua obat ini efektif menyembuhkan COVID-19. 

Namun, para ahli kesehatan memperingatkan bahwa klorokuin termasuk obat keras, hanya bisa dibeli menggunakan resep dokter, dan punya efek samping yang serius. Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengingatkan bahwa obat ini bukanlah pencegah virus Corona. Klorokuin dan avigan pun dikatakan belum terbukti klinis dapat menyembuhkan COVID-19.

Baik. Tapi saya tetap mau tahu lebih banyak soal dua obat ini.

Klorokuin sudah lama diproduksi di Indonesia, tepatnya oleh perusahaan BUMN PT Kimia Farma Tbk. Obat ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1940-an untuk mencegah dan mengobati penyakit malaria. Melalui percobaan in vitro, obat ini diketahui dapat menghambat pertumbuhan banyak jenis virus, seperti chikungunya, dengue, dan influenza. Namun, ketika diuji coba kepada hewan atau manusia, tak banyak percobaan yang berhasil.

Pertengahan Februari lalu, beberapa rumah sakit di Cina menguji coba klorokuin kepada lebih dari 100 pasien COVID-19. Hasilnya, menurut mereka: pneumonia pada pasien COVID-19 mereda, waktu pemulihan pasien pun jadi lebih cepat.

Peneliti di Prancis juga melakukan uji coba terhadap 20 pasien positif COVID-19. Hasilnya, 70% pasien yang mengonsumsi obat ini terbebas dari virus Corona setelah 6 hari.

Namun, hasil uji coba di Cina tidak memaparkan data percobaan. Uji coba di Perancis pun sampelnya tidak cukup banyak. Wajar bila banyak pihak masih meragukan efektivitas obat ini. Society of Critical Care Medicine di Amerika Serikat mengatakan belum ada bukti yang cukup bahwa klorokuin atau Hydroxychloroquine dapat mengobati pasien COVID-19 dalam keadaan kritis.

Bagaimana dengan efek sampingnya?

Klorokuin dapat menyebabkan sakit kepala, mual, muntah, diare, gatal-gatal dan perubahan warna kulit, perubahan mood, hingga gangguan pendengaran dan pernapasan. Jika dikonsumsi berlebih atau overdosis, klorokuin dapat menyebabkan kerusakan retina mata (retinopathy) hingga kematian.

Sementara itu, avigan atau favipiravir adalah antivirus yang pertama kali dikembangkan oleh Fujifilm Toyama Chemical, Jepang, pada 2014. Obat ini awalnya dikembangkan untuk mengobati influenza, tetapi kemudian juga diketahui cukup manjur mengobati pasien Ebola yang memiliki gejala ringan hingga sedang. Lewat eksperimen terhadap hewan, obat ini juga dikatakan dapat menghambat pertumbuhan virus-virus lain, seperti virus yang menyebabkan penyakit west nile, demam kuning, rabies, dan penyakit mulut dan kuku (PMK).

17 Maret lalu, pemerintah Cina mengabarkan bahwa favipiravir berhasil mengobati pasien COVID-19 di Wuhan dan Shenzhen. Lewat uji coba pada lebih dari 320 pasien, diketahui bahwa favipiravir mampu mempercepat waktu pemulihan—dari yang biasanya 11 hari jika tanpa obat menjadi 4 hari.

Lewat foto X-ray, diketahui pula bahwa kondisi paru-paru pasien COVID-19 mengalami perbaikan hingga 91% tanpa efek samping berarti. Pemerintah Cina menyetujui obat ini dipasarkan secara luas dan digunakan untuk mengobati pasien virus Corona. Namun, hasil studi lain di Jepang mengindikasikan bahwa avigan atau favipiravir tidak terlalu efektif menyembuhkan pasien dengan gejala yang lebih serius.

Profesor Mikrobiologi Ying Zhang mengatakan bahwa “tak ada waktu untuk menunggu” di tengah situasi yang genting ini. Virus COVID-19 menyebar dengan sangat cepat ke seluruh penjuru dunia. Korban terus bertambah, sementara pengembangan vaksin butuh waktu bertahun-tahun.

Meski tak sempurna, klorokuin dan avigan barangkali dapat menekan jumlah kematian serta mengurangi beban rumah sakit untuk sementara.

*Permata Adinda

Bantu kami sebar kebaikan tiap pagi: bit.ly/545Asumsi

Bagaimana COVID-19 menggerogoti tubuh manusia

Peringatan: artikel ini mungkin akan membuatmu bergidik.

Wabah yang kini menggempur kita bukan lawan enteng. Pada November 2019, serangkaian kasus pneumonia yang janggal dilaporkan di Wuhan, Cina. Penyebabnya? Sebuah virus tak dikenal, yang kini dinamai SARS-CoV-2, dan penyakitnya disebut COVID-19. Empat bulan kemudian, lebih dari 345 ribu kasus positif COVID-19 dilaporkan dari seluruh dunia. 

Hingga hari ini (23/3), nyaris 15 ribu orang telah meninggal karenanya. Namun, bagaimana penyakit ini bekerja? Ketika SARS-CoV-2 masuk ke tubuh, bagaimana cara ia bekerja hingga segalanya porak-poranda? 

Pengetahuan kita tentang COVID-19 memang masih terbatas. Meski penyebabnya masih sekeluarga dengan biang MERS dan SARS, ia punya ciri khasnya sendiri. Ketika virus tersebut hinggap, ia lekas memulai reaksi berantai yang bikin kolaps organ-organ terpenting dalam tubuh penderita.

Petualangan maut COVID-19 dimulai dari tetesan cairan yang tersebar ke udara melalui batuk atau bersin. Cairan tersebut lantas masuk melalui hidung, mulut, atau mata. Dengan lekas, virus merambat ke bagian belakang rongga hidung, menuju membran mukosa di belakang tenggorokanmu. Ketika ia hinggap pada salah satu reseptor sel di sana, invasi dimulai.

Menurut Dr. William Schaffner, spesialis penyakit menular di Vanderbilt University Medical Center, seterusnya virus SARS-CoV-2 bertindak laksana perompak. Wujudnya, yang dipenuhi paku-paku protein, memudahkan ia nemplok di membran sel, lalu “membajak” sel tubuh. Dari sel tubuh yang sudah terkompromi, virus berlipat ganda dan menyerang sel-sel lain. Pada fase ini, umumnya pasien mengalami gejala berupa radang tenggorokan atau batuk kering.

Kemudian, virus merambat ke rongga pernapasan menuju paru-paru. Setibanya di sana, membran mukosa paru-paru mulai radang. Walhasil, kantung udara paru-paru berangsur cacat dan kesulitan melaksanakan tugasnya: menyuplai oksigen dan membawa keluar karbon dioksida dari aliran darah. Lambat laun, aliran oksigen yang mampet membuat paru-paru terisi cairan, nanah, atau sel mati. Pada fase ini, umumnya pasien mengalami pneumonia atau infeksi paru-paru.

Beda dari pneumonia biasa, virus COVID-19 menyerang bagian pinggir paru-paru dan tidak langsung menghajar saluran pernapasan atas dan trakea. Seperti dilaporkan The New York Times, hal ini pula yang bikin COVID-19 mulanya luput dari perhatian dokter di Cina. Tes paru-paru di RS tak selalu memeriksa bagian pinggir paru-paru, sehingga orang yang sakit kadang dianggap sehat-sehat saja dan disuruh pulang.

Menurut Prof. John Wilson dari Royal Australasian College of Physicians, pneumonia yang disebabkan COVID-19 lebih parah dari pneumonia biasa. Infeksi paru-paru semacam ini biasanya memantik respons alamiah dari sistem imun tubuh untuk menghancurkan virus tersebut dan membatasi penggandaannya. Namun, mekanisme ini tak berjalan wajar di kelompok-kelompok penderita yang rentan, misalnya lansia, orang dengan penyakit paru-paru atau jantung, serta penderita diabetes.

Di sisi lain, dalam kasus-kasus tertentu, respons berlebihan dari imun tubuh justru berujung petaka. Ketika infeksi sudah amat parah, sistem imun tubuh bisa saja “panik” dan tak hanya menghabisi sel-sel mati atau terinfeksi. Ia secara tak sengaja menggempur sel dan bagian tubuh yang sehat-sehat saja. 

National Geographic mengibaratkannya begini: alih-alih menembak sasaranmu dengan senapan kecil, sistem imun mengeluarkan peluncur granat, lalu menekan picu sambil berteriak: "Say hello to my little friend!" Kena sasaran, sih, tapi yang lain ikut ambyar.

Implikasinya bisa beragam. Dalam kasus COVID-19 terparah, respons berlebihan sistem imun ini berpadu-padan dengan minimnya suplai oksigen ke darah dan menimbulkan kegagalan fungsi berbagai organ. 

Dalam kasus lain, dampak ganda ini menimbulkan kerusakan permanen pada paru-paru. Walhasil, paru-paru lebih rentan terhadap bakteri atau penyakit lain. Dalam kasus-kasus langka, pasien tidak meninggal akibat virus COVID-19, melainkan infeksi susulan yang menyerang setelah paru-paru jadi lebih rentan.

Belum ada vaksin atau obat yang ampuh “menyembuhkan” COVID-19. Saat ini, pasien hanya bisa diberikan perawatan dukungan--cairan serta suplai oksigen tinggi. 

Perawatan ini diberikan untuk menyokong fungsi tubuh--terutama paru-paru--yang menurun, dengan harapan tubuhmu dapat bertahan selagi fase terburuk berangsur reda. Gampangnya, kamu hanya bisa menunggu dan berharap yang terbaik selagi sistem imun tubuhmu bertarung secara alamiah. Kabar gembiranya, ini tak jarang terjadi. Menurut estimasi WHO, 80 persen kasus COVID-19 sembuh tanpa penanganan khusus. Hanya satu dari enam pasien yang sakit keras dan “kesulitan bernapas.”

Kabar buruknya, kamu tetap tak boleh jumawa. Asal tahu saja, tak semua orang yang kena COVID-19 terkapar sesak napas dan batuk-batuk heboh. Menurut Prof. Wilson, ada empat kategori pasien positif COVID-19 yang dapat diamati sejauh ini.

Kategori pertama adalah kategori “sub-klinis," yaitu orang-orang yang tidak menunjukkan gejala sama sekali, tapi sudah positif terkena virus. Kamu bisa saja positif COVID-19 walau tidak menunjukkan gejala sama sekali. Tidur yang nyenyak nanti malam, ya.

Kategori kedua adalah pasien yang positif COVID-19, dan virusnya telah menginfeksi saluran pernapasan atas. Gejala yang umum nampak di fase ini adalah demam, batuk, pusing, serta radang mata. Kategori ketiga sekaligus terbesar adalah orang yang menunjukkan gejala serupa flu. Dan kategori terakhir adalah orang yang sakit keras dan sudah mengalami pneumonia. 

Semua pasien positif COVID-19, apapun kategorinya, sanggup menularkan COVID-19 ke orang lain. Virus SARS-CoV-2 juga terbukti jauh lebih gampang menular ketimbang flu biasa. Karena itu, jangan banyak berkilah. Sebisa mungkin, patuhi anjuran untuk #JauhanSejenak dan menjaga kebersihan.


*Raka Ibrahim

Surat 5.45

Sebenernya kasian banget sama warga yang gak bisa akses media. Mereka jadi gak tau seberapa bahayanya penyakit ini. Sempet kepikiran kalau pengumuman-pengumuman di masjid gitu ditambahin pengumuman untuk stay at home, mungkin warga jadi bisa denger dan mulai menganggap serius kalau keadaan kita sedang bahaya.

*Chairina

===


Itu ide bagus, Chairina. Bahkan, kalau bisa, jangan hanya pengumuman di rumah-rumah ibadah. Pemerintah juga perlu melibatkan para tokoh masyarakat, mulai dari rohaniwan, jago-jago, hingga sesepuh kampung, untuk menyampaikan informasi yang benar kepada komunitas masing-masing. Diakui atau tidak, banyak orang Indonesia yang merasa jauh dari negara, dan lebih mau mendengarkan orang-orang yang mereka percaya ketimbang sekadar pengumuman resmi dari kementerian.

Hari ini bapak saya meneruskan sebuah kabar burung ke grup Whatsapp keluarga: bawang merah bisa menangkal virus Corona. Saya bilang itu hoaks. Dia lekas percaya karena saya, anaknya, orang yang dia percaya, yang mengatakannya. Saya tidak yakin apakah bapak saya mau memercayai para pejabat, terutama yang menghabiskan waktu dan tenaga dan kesabaran kita semua dengan cengengesan di televisi.

*Dea Anugrah

Bagi kami pendapatmu penting. Sampaikan ke bit.ly/surat545

Kalau kamu punya informasi penting tentang kesalahan penanganan wabah COVID-19 di tingkat pengambil kebijakan dan ingin menjadi whistleblower, kirimkan pesanmu ke redaksi@asumsi.co. Kami bisa menjaga kerahasiaan identitasmu.

IKLAN BARIS

Vision Production. Surabaya. Kami menyediakan jasa foto dan video untuk moment moment terbaik anda.

Tribun Kultur. Online. Buat kalian yang cari outfit, bisa langsung cek instagram.atau twitter.com/tribunkultur_ gaesss. Mantap.

ICL Project. Indonesia. Khawatir karena skripsi kamu belum selesai? Tenang, ini bukan jasa jual beli skripsi kaya di tembok-tembok itu. Cuma sekadar ingin membantu kamu yang mager dengerin wawancara dengan narasumber aja kok. Bisa juga penulisan kreatif lainnya. Cincai.

Nucalale. Jakarta. Cerita tentang budaya gak harus di Jurnal Ilmiah, kami bercerita tentang budaya Nusa Tenggara Timur lewat produk-produk lucu.

Mau pasang iklan gratis? Klik di sini

Share this post
Ini bukan situasi terbaik, tapi harapan selalu ada
545byasumsi.substack.com
TopNew

No posts

Ready for more?

© 2022 Asumsi
Privacy ∙ Terms ∙ Collection notice
Publish on Substack Get the app
Substack is the home for great writing