Indonesia belanja obat COVID-19?
Take me home, I'm fallin'

Indonesia belanja obat COVID-19?
Bukan jahe, bawang putih, air zam-zam, habatussauda, apalagi liur Ningsih Tinampi
Bro, bosen nggak, sih, seminggu di rumah terus? Jalan-jalan yuk minggu depan habis gajian, mumpung tiket pesawat banyak yang murah.
Wah, gila lo. Jumlah kasus positif COVID-19 masih terus bertambah. Jangan memperburuk keadaan. Lebih baik #JauhanSejenak dulu, supaya tenaga medis yang sudah berusaha maksimal nggak tambah kerepotan.
Kan obatnya sudah ada, Bro. Presiden Jokowi bahkan bilang sudah memesan jutaan obat ini Jumat (20/3) kemarin.
Gimana, gimana?
Beliau bilang pemerintah sudah mendatangkan 5 ribu obat Avigan dan 2 juta lainnya akan menyusul. Selain itu, 3 juta obat bernama Chloroquine sudah siap untuk dipergunakan.
Memangnya sudah ada obat yang paten untuk mengobati infeksi COVID-19?
Kata seorang politisi, sih, obat yang dipesan Jokowi tersebut sudah terbukti ampuh di Cina dan Jepang.
Hmmm tapi lo harus lihat lebih lanjut kalau pernyataan itu disanggah oleh seorang ahli medis, dr. Gunawan, melalui akun Twitter pribadinya. Ia berkata pernyataan tersebut malah “bikin runyam,” meski setuju bahwa ini layak dicoba.
“Avigan (Favipiravir) memang salah satu kandidat obat COVID-19, tapi harus diterangkan secara jujur bahwa obat ini masih dalam uji klinis. Ini protokol lazim ketika pasien dijadikan objek penelitian obat, ada informed consent-nya,” kata Gunawan.
Waduh…
Kemarin gue baca di The Guardian, meski otoritas medis di Cina mengatakan Avigan ampuh mengobati pasien COVID-19, studi klinis di Jepang mengatakan ia efektif untuk pasien dengan gejala ringan hingga sedang, tapi tidak untuk orang dengan gejala yang lebih parah.
"Kami telah memberi Avigan kepada 70 hingga 80 orang, tetapi tampaknya tidak berfungsi dengan baik ketika virus sudah berlipat ganda," kata seorang sumber dari Kemenkes Jepang di artikel tersebut.
Sedangkan Chloroquine, obat malaria jadul yang juga diminati Trump ini, meski dapat ditoleransi dengan baik dalam dosis yang ditentukan, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), dapat menyebabkan efek samping sakit perut, mual, muntah, sakit kepala dan terkadang gatal. Dan bila diminum dalam dosis tinggi, obat ini dapat menyebabkan penyakit mata retinopati, yaitu kerusakan pada retina, yang mengganggu penglihatan hingga menyebabkan kebutaan.
Jadi kita dikerjain, nih?
Bukan begitu, sih. Intinya, otoritas harus menginformasikan dengan baik bahwa obat-obat tersebut adalah yang paling memungkinkan selama belum ada vaksin yang dipatenkan untuk menangkal COVID-19. Jangan menyebarkan harapan kosong. Kita berhak atas keterbukaan informasi.
*MM Ridho

Saksikan konser online #JauhanSejenak bersama Pamungkas. Donasi untuk tenaga kesehatan di sini.
Bantu kami sebar kebaikan tiap pagi: bit.ly/545Asumsi
Beda orang, beda pelayanan
Kamu siapa, itulah pertanyaannya
Belum habis satu kekhawatiran, yang lain datang lagi. Begitulah hidup belakangan ini. Jumlah pasien positif terjangkit COVID-19 terus bertambah, laju kematian semakin tinggi...
Saya tidak perlu berpura-pura tenang. Kekhawatiran adalah hal manusiawi semasa wabah. Tak perlu juga memungkiri kenyataan bahwa kita sangat kewalahan, hampir tidak ada sektor yang tidak terdampak.
Mungkin kekhawatiran ekstra ini tidak akan saya rasakan bila wabah ini ditangani secara cakap. Usaha masyarakat untuk mengarantina diri, melakukan social distancing, serta menjaga kesehatan pribadi tidak akan berarti banyak jika tidak dibarengi keseriusan pemerintah dan para pemangku kepentingan.
Belakangan saya mengetahui banyak orang kesulitan mendapatkan tes. Jangankan orang yang kekurangan informasi, wartawan yang secara jelas pernah melakukan kontak dengan Menhub Budi Karya sebelum ia dinyatakan positif COVID-19 pada Sabtu (14/3) pun kebingungan.
Hal ini dirasakan pula oleh Fanny, bukan nama sebenarnya. Ia menuliskan pengalaman itu di media sosial. “Awalnya telepon 112 tapi nggak diangkat, Whatsapp nomor siaga corona DKI juga nggak dibales (sampai sekarang), akhirnya diangkat pas telepon 119,” tulis Fanny.
Pengalaman tidak menyenangkan mengikutinya sampai RS rujukan. “Test COVID-19 gak bisa diambil kalo tanpa gejala serius dan pasti disuruh pulang,” katanya. “Di-screening pertama sama satpam, nama dan suhu tubuh dicatat.”
Saya tidak membayangkan kalau teman saya Hafitz yang mengalami ini. Minggu lalu, saya harus menahan hasratnya menjotos satpam demi masuk ke konser yang sudah dipenuhi penonton. Bukan mustahil ada Hafitz-Hafitz lainnya yang mungkin saja mengalami penanganan serupa saat melakukan tes COVID-19.
Lebih lanjut, Fanny mengamati betapa tidak memadainya RS rujukan. Ia mendapati loket administrasi dan tempat pemeriksaan tensi darah dan suhu pasien COVID-19 tidak dibedakan dari pasien lain--termasuk anak-anak. Ruang isolasi tidak memadai, antrean panjang, dan orang harus menunggu hasil tesnya hingga sepekan.
Pengalaman Fanny tentu tak dialami semua orang. Bagi orang-orang seperti Detri Warmanto, aktor dan menantu MenPAN-RB, Tjahjo Kumolo, situasinya tentu jauh berbeda.
Fakta bahwa uang saja tidak cukup untuk menjamin saya mendapat penanganan yang cakap jika mengalami gejala serupa ini membuat saya semakin khawatir. Berbagai upaya saya untuk menghambat penyebaran wabah akan sia-sia kalau setiap orang tidak mendapat akses yang sama terhadap hak kesehatannya.
Terlebih, aktivitas yang mengharuskan saya terlibat langsung ke lokasi rawan penyebaran seperti peliputan berita memperparah kemungkinan saya menjadi carrier bagi orang-orang terdekat. Dan fakta bahwa banyak orang bergejala dengan kemampuan ekonomi seperti saya (pas-pasan) yang tidak menjadi prioritas pelayanan, membuat saya harus memastikan untuk melakukan tindakan pencegahan yang ekstra.
Menekankan tindakan pencegahan oleh masyarakat tanpa meningkatkan tindakan penanganan secara serius oleh para pemangku kepentingan akan memperburuk kondisi pandemi ini.
*MM Ridho
Surat 5.45
Corona buruk. Korupsi buruk. Dan halo dari saya, korban keduanya. Minggu lalu terjadi penahanan 2 orang pejabat di instansi penegakan hukum tempat saya bekerja. Parahnya, keduanya adalah yang berwenang terkait hak-hak kepegawaian, termasuk ehm... gaji dan remunerasi. Karena mereka korupsi, otomatis terjadi pergantian pemegang kendali jabatan dan pencairan hak-hak tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Padahal sedang ada pandemi. Ya, jadi begitulah. Saya pusing mau beli masker, sembako, dan kebutuhan bayi. Semoga saya dan keluarga, dan kalian semua sehat selalu ya!
*Ibu rumah tangga yang merangkap jadi penegak hukum
Bagi kami pendapatmu penting. Sampaikan ke bit.ly/surat545
IKLAN BARIS
Lokal-lokalan. Jakarta. Reseller sepatu lokal ori. Buatan anak bangsa kualitas premium. Harga bersahabat dan gratis ongkir. WA: 085694616012.
Syareevah’s. Makassar. Need a freelancer content writer for blog, platform, brand or company's website? Contact me! Maybe you need me, because I need you.
Soalweb. Semarang. Butuh jasa buat website atau desain murah? Soalweb solusinya, kami menawarkan jasa pembuatan segala jenis website dan desain murah namun dengan kualitas yang tidak murahan, kunjungi kami di IG: @soalweb.
Barry & Popo. Sleman, Yogyakarta. Tersedia bento bekal untuk anak-anak, remaja, dewasa, orang tua. Tidak hanya bento saja yang menjadi menu andalan, tapi juga menyediakan cake tumpeng untuk customer dengan kondisi kesehatan tertentu seperti hiperglikemia, hiperkolestrol, dan lain-lain. Tanpa penyedap, pewarna, dan pengawet buatan.
Mau pasang iklan gratis? Klik di sini