Pergilah kau, Kegelapan! ✨
Segelap-gelapnya leluconmu, lebih gelap kenyataan sehari-hari

Obrolan serius tentang negara
Bikin pusing tiap hari
Ada kabar buruk apa hari ini?
Sebenarnya saya nggak tega setiap hari harus membuka 5.45 dengan kabar-kabar yang bikin geleng-geleng kepala.
Kan, lumayan, buat koleksi meme.
Oke. Baru-baru ini ada kabar nggak enak dari Kemenkumham.
Oh, Pak Yasonna? Setelah didemo warga Priok, dia ngapain lagi?
Kali ini bukan tentang dia, melainkan buronan KPK Harun Masiku, politikus PDIP yang jadi tersangka suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Nah, tim gabungan bentukan Kemenkumham memaparkan hasil investigasi simpang siur kepulangan Harun Masiku pada Rabu (19/2).
Hasilnya gimana?
Harun terekam kamera CCTV Bandara Soekarno-Hatta sedang berjalan di travelator, mengenakan pakaian serba hitam pada 7 Januari 2020.
Nggak ditangkap, dipiting, terus di-suplex sekalian?
Kepala Seksi Penyidikan dan Penindakan Kementerian Komunikasi dan Informatika Sofyan Kurniawan, sih, bilangnya vendor lupa menghubungkan data perlintasan pada PC konter Terminal 2F Bandara Soetta dengan server lokal Bandara Soekarno-Hatta dan server di Pusdakim Ditjen Imigrasi.
Wah. Serius, nggak, sih, nyarinya?
Aduh, apa sih yang dikerjakan secara serius di negara ini?
Oh, banyak. RUU Omnibus Law Cipta Kerja, misalnya.
Hal yang baik, maksud saya. Ada, nggak?
*MM Ridho

#AsumsiDistrik balik lagi. Tonton sekarang! Kalau suka, kalian bisa berdonasi di yourmedia.asumsi.co untuk memastikan kelangsungannya.
Bantu kami sebar kebaikan tiap pagi: bit.ly/545Asumsi
Dilecehkan? Kenapa nggak bilang dari kemarin-kemarin?
Memangnya kalau melapor akan dibela?
Revina Violetta Tanamal menerima banyak laporan pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Dedy Susanto. Orang yang mengaku psikolog dan hypnotherapist ini mengajak korbannya ke kamar hotel, lalu menyentuh hingga memaksa mereka berhubungan seksual.
Laporan-laporan itu diangkatnya di Instagram. Dia mendapat berbagai respons, mulai dari kecaman kepada pelaku, dukungan kepada korban, hingga komentar-komentar yang menyudutkan korban.
“Yang aku sayangkan, sampai hari ini pun budaya victim blaming itu masih kental banget. Jadi nggak adil [bagi korban],” tutur Revina lewat telepon (18/2).
Bentuk-bentuk victim blaming itu bermacam-macam: mempertanyakan mengapa korban mau sekamar dengan pelaku, mengapa korban mau diterapi secara privat, mengapa tidak melapor ke pihak berwajib, hingga mempertanyakan keabsahan cerita.
“Gimana sih, lagi vulnerable, lagi rentan, terus ada orang yang kita anggap savior dan dianggap bisa menyembuhkan. Apa pun yang dia omongin kan bakal kita lakukan, ya?” kata Revina.
Banyak korban takut terkena stigma negatif jika membuka identitas dan melaporkan kasusnya sendiri. “Aku masih nggak berani buka identitas, Kak. Aku takut kehilangan job, takut namaku jadi jelek. Kalau orang-orang tahu aku udah nggak virgin gimana? Kalau orang-orang tahu aku pernah dipegang-pegang dia gimana?” kata seorang korban kepada Revina.
Korban-korban kekerasan seksual telah melalui peristiwa yang traumatis. Salah satu korban Dedy mengatakan kondisi psikisnya semakin kacau setelah Dedy melakukan percobaan pemerkosaan kepadanya. “Dari sesi terapi itu, bukannya bikin aku sembuh dari luka lama, malah luka lamaku kebuka,” katanya secara anonim kepada Revina.
Danika Nurkalista, psikolog klinis dewasa dan koordinator layanan psikologis di Yayasan Pulih, mengatakan, “Ketika seseorang mengalami peristiwa kekerasan seksual, yang pertama terjadi adalah reaksi shock. Selanjutnya, akan muncul reaksi yang bentuknya bermacam-macam: bisa melawan, lari, membeku, atau menurut. Reaksi-reaksi tersebut muncul sebagai respon yang manusiawi demi bertahan hidup,” kata Danika lewat pesan singkat (18/2).
Bentuk-bentuk trauma yang dialami korban atau penyintas kekerasan seksual bergantung pada bentuk peristiwa, intensitas, sifat hubungan, dan lainnya. Trauma yang dialami seorang korban tidak bisa disamakan dengan trauma yang dialami korban lain. Menurut Danika, yang pasti, korban akan menunjukkan perubahan perilaku. “Korban dapat menarik diri dari lingkungan sosial, kesulitan tidur, mengalami hambatan dalam berkonsentrasi, gangguan dalam bekerja atau sekolah, dan sebagainya.”
Reaksi-reaksi anggota keluarga, masyarakat, dan penegak hukum yang turut menyudutkan korban juga hanya memperdalam luka korban. “Korban yang mengalami victim blaming bisa mengalami trauma yang lebih kompleks. Tidak hanya mengalami kekerasan dari pelaku, tetapi juga dari lingkungannya,” ujar Danika.
Siti Mazuma, Direktur LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) mengatakan bahwa sistem hukum Indonesia belum berpihak pada korban.
“Kalau perempuan sudah menjadi korban kekerasan seksual, bukan proses hukum yang akan dikedepankan, tapi orang akan sibuk menyalahkan si korban: ‘kenapa nggak lapor? Kenapa diam saja?’” kata Zuma.
Hampir 80% korban kekerasan seksual tidak melaporkan kasusnya ke polisi. 20% di antara mereka khawatir akan menerima cap negatif dari masyarakat, 13% merasa polisi tidak akan membantu, dan 8% menganggap perkosaan yang mereka alami tidak cukup penting untuk dilaporkan. Sementara itu, dari laporan yang masuk ke polisi, hanya 2% pelaku yang berakhir dipenjara.
Lagipula, Indonesia belum punya tonggak hukum yang berorientasi melindungi korban atau penyintas kekerasan seksual. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak mengenal istilah pelecehan seksual, tetapi perbuatan cabul. Perkosaan juga dimaknai sebatas penetrasi penis ke vagina.
Pasal 285 KUHP mendefinisikan pemerkosaan sebagai tindakan memaksa seorang perempuan melakukan persetubuhan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pasal 286 juga mengatakan bersetubuh dengan perempuan yang sedang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya dapat diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Namun, pasal-pasal ini tidak berlaku bagi kasus pemerkosaan yang terjadi dalam hubungan suami istri. Pasal ini juga menganggap hanya perempuan yang dapat menjadi korban, sehingga menghalangi korban laki-laki untuk melaporkan kejahatan yang menimpanya. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) juga cenderung membebankan pembuktian kepada korban.
“Selama ini, korban-korban kekerasan seksual dibebankan pada alat bukti. Karena ini adalah kasus-kasus yang berada di wilayah privat, nggak banyak saksi yang tahu. Akhirnya, banyak kepolisian yang meminta korban menyediakan saksi dan alat bukti,” kata Zuma.
Belum lagi soal korban yang justru berisiko dikriminalisasi. Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2019 melaporkan bahwa perempuan sebagai korban kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga pernah balik dikriminalisasi dengan Undang-undang PKDRT, Undang-undang Perlindungan Anak, Undang-undang Pornografi, dan dengan KUHP.
Menurut Zuma, Rancangan Undang-undang Pencegahan Kekerasan Seksual (RUU PKS) jadi semakin penting untuk disahkan. Tidak hanya memudahkan untuk mengadili pelaku, RUU PKS juga mengatur soal pencegahan dan mengedepankan pemulihan korban.
*Permata Adinda
Presiden Jokowi dan Workaholisme
Kerja, kerja, kerja... Dhuarrr stroke!
Sejak periode pertama jabatannya, kita tahu betul bahwa fondasi utama pemerintahan Jokowi diletakkan dalam satu kata: kerja. Hal ini jelas tercermin dalam nama kabinetnya. Tapi kini baru kita sadari bahwa kata tersebut mempunyai makna yang sangat dalam.
Dalam siaran Satu Dekade Mata Najwa, menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, “Semua tugas yang diberikan Pak Jokowi sangat berat bagi semua menteri. Mohon maaf, ini bukan mengeluarkan kata-kata kasar tapi yang waktu itu saya katakan, bahwa beliau gila kerja.”
“Gila kerja ya, pak Jokowi itu?” sahut Najwa.
“Saya rasa, iya.” jawab sang menteri.
“Gila?”
Najwa memberikan penekanan menarik. Walau terdengar bercanda, ia menyoroti hal penting yang terkandung dalam pernyataan Erick Thohir--yang mungkin luput juga dari perhatian kita selama ini: minat Jokowi terhadap kerja sangat berlebihan.
Saya bisa membayangkan tanggapan para buzzer istana: "Kerja salah, nggak kerja juga salah. Emang dasarnya pengin nyalahin Jokowi aja! Huuu!"
Diam dulu, ya, serangga-serangga. Saya ingin mengingatkan kembali istilah workaholism. Fenomena ini pertama kali didefinisikan oleh psikolog Wayne Oates (1971) sebagai kebutuhan yang tak tertahankan atau tidak terkendali untuk bekerja tanpa henti. Pengidapnya disebut workaholic. Gila kerja tak semestinya diartikan produktif. Ini penyakit yang bisa disembuhkan.
Meskipun dapat bekerja lebih lama daripada rekan-rekannya, seorang workaholik biasanya justru kalah produktif. Sebuah studi menunjukkan bahwa orang-orang yang pulih dari workaholisme sanggup menyelesaikan tugas dalam waktu 50 jam, sementara sebelumnya mereka berjuang menyelesaikannya dalam 80 jam.
Kerja, kerja, kerja. Cinta Pak Presiden terhadap jargon tersebut tampaknya semakin dalam. Buktinya adalah kebijakan pemerintah. Kegandrungan terhadap kerja itu sepertinya bakal segera ditularkan kepada kita lewat RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Selalu ada harga lebih yang perlu dibayar untuk setiap hal yang berlebihan. Penelitian Balducci, Avanzi, & Fraccaroli (2016) menunjukkan bahwa workaholisme punya kaitan yang signifikan dengan masalah-masalah kesehatan seperti tekanan darah sistolik (kontraksi jantung tertinggi pada pompaannya) dan penyakit saraf.
Hal ini perlu dipertimbangkan jika benar segenap bangsa Indonesia bakal dipaksa menjadi workaholik. Jangan-jangan, setelah kerja, kerja, dan kerja, kata berikutnya ialah stroke.
*MM Ridho
Surat 5.45
Nunggu 5.45 terbit setiap pagi kayak nunggu pesan gebetan, sama-sama bikin deg-degan dan senyum-senyum bacanya. Oase segar di tengah karut-marut Jakarta.
*Rina Operisa
Menebar kebaikan setiap pagi, meski isinya tidak melulu 'baik', ngga deh bercanda. Semangat selalu tim redaksi.
*Opik
Terima kasih penulis untuk tiap tulisan yang kami terima setiap pagi. Rasanya seperti mendapatkan surat cinta yang teramat romatis dari kekasih. Kenapa romantis, karena ketika dibaca bisa bikin senyum, ketawa, jengkel, geli, marah macem-macem deh. Kalian sungguh bekerja keras <3
*Elif Fanisa
===
Halo, Rina, Opik, dan Elif. Kalau gantian saya yang cerita, nggak apa-apa, kan?
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia Asumsi, khususnya 5.45. Saya sungguh terharu dan nggak menyangka kalau tulisan saya dianggap segar oleh para pembaca.
Sejujurnya saya khawatir sekali. Selain masih baru, sering kali proses menulis saya memakan waktu lama dan menyebabkan Dea Anugrah baru bisa menyuntingnya saat larut malam. Tentu ini nggak baik, karena akhir pekan ini Dea akan menikah dengan perempuan yang disayanginya betul.
Sebelum saya demam, dia tumbang lebih dahulu. Sekarang, setelah saya membaik, tetap saja bikin dia begadang. Tadinya saya pengin menyerah saja. Tapi mengingat pesan hangat dari kalian dan tanggung jawab saya menyediakan informasi bermutu bagi para pembaca--yang secara sukarela membiayai kegiatan kami lewat YourMedia, apapun rintangannya bakal saya tempuh.
Sekali lagi, terima kasih banyak!
*MM Ridho
Bagi kami, pendapatmu penting. Sampaikan ke: bit.ly/surat545
IKLAN BARIS
Zone Tour & EO. Purwokerto-Indonesia. Tour? Outbound? Gathering? Nggak mau ribet, maunya tinggal jalan? Call us, we'll make it happen. @zonatour_eo on Instagram. Let us make you smile, because your smile matters.
Shortpantsstyle. Palembang. Jual shortpants branded 95% condition, only 99k all items. Uniqlo, H&M, Zara, American Eagle Outfitters, dll.
Greenise. Ciledug, Tangerang. Tangerang. Menyedikan snack dan kue sehat gluten-free, dairy-free, white sugar-free, dan palm oil-free. Proses 2-3 hari. IG: greenise_
Kelaya Attire. Kelapa Gading. We provide ready to wear/custom service for female formal clothing. Suitable for graduation (kebaya), bridemaids, hijab, or other special occasion. Start from 250K.
Candi Handmade Furniture. Bekasi-Indonesia. Kami percaya, designer terbaik adalah anda. Oleh karena itu, wujudkan interior idaman anda bersama kami!
Mau pasang iklan gratis? Klik di sini