Jangan sedih, ada kabar baik hari ini
Such a pretty house, such a pretty garden.

Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila lewat TikTok?
Anak muda harus dilibatkan, jangan cuma dijadikan sasaran!
Udah dengar rencana pemerintah sosialisasi Pancasila lewat TikTok?
Sampai kapan, sih, kita harus menghalau energi om-om-boomer-yang-pengin-banget-jadi-milenial ini?
Saya cuma lihat kabarnya seliweran di media sosial. Lengkapnya gimana?
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, bilang bahwa mereka bakal menggunakan cara-cara baru untuk memasyarakatkan Pancasila, khususnya buat kalangan milenial. Mereka bakal pakai musik, film, sampai platform-platform kekinian kayak YouTube dan TikTok.
Mungkin niatnya baik.
Nggak ada keraguan sama sekali soal itu. Bahkan, waktu orang yang sama bilang musuh Pancasila adalah agama, saya nggak berpikir dia punya niat jahat.
Masalahnya, rencana ini bukan hanya membangkitkan kembali program P4 ala Orde Baru, tapi cara pandang mereka, seolah kita cuma sekawanan ternak buat digembalakan semau-maunya, memuakkan sekali.
Coba tanya mereka apa itu milenial? Saya yakin, pasti jawabannya mengandung kata "digital."
Iya, sih. Bukannya merasa diperhatikan, saya malah mau muntah saking seringnya dengar orang-orang paruh baya menggunakan kata milenial dalam urusan-urusan mereka.
Lagian, coba ingat-ingat, deh, TikTok kan dulu diblokir Kominfo. Kalau sekarang dipakai untuk P4 gaya baru, apa namanya bukan menjilat ludah sendiri?
Bahkan Kominfo sekarang punya akun TikTok!
Big WKWK energy! Arthur Asa Berger dalam bukunya Cultural Perspectives on Millenials (2017) mengutip tipologi dari Adweek yang bilang ada 14 jenis milenial, semuanya punya cara dan orientasi hidup yang berbeda. Masa semuanya dianggap doyan TikTok?
Lucu juga, sih, membayangkan om-om itu joget sambil jelasin butir-butir makna setiap sila.
Meski belakangan ini sering membayangkan Mahfud MD bikin video remake Suzzanna makan sate 200 tusuk dan nakut-nakutin Bokir, saya rasa mending nggak usah sekalian, deh.
Daripada mereka sok asyik begitu, sosialisasi Pancasila pasti lebih mudah kita terima jika boomers penguasa melakukan hal-hal berikut:
Memberikan rasa aman kepada semua warga negara; tidak serba takut masuk penjara karena RUU-RUU ngawur.
Memastikan ketersediaan lapangan kerja yang tidak eksploitatif, termasuk bagi pekerja magang.
Menjamin ketersediaan rumah yang terjangkau.
Tidak menutup akses informasi yang ingin kita ketahui dan kesenangan yang ingin kita rasakan.
Diskon. Milenial suka diskon.
*MM Ridho

Mau? Nggak usah beli, kami kasih tahu caranya di Asumsi hari ini.
Bantu kami sebar kebaikan tiap pagi: bit.ly/545Asumsi
#AsumsiPunyaLo
CTRL + Shift + C [Motherlode]
Setiap kali ada pesohor mengalami nasib buruk, berita yang mengeksploitasinya langsung bermunculan seperti batuk-pilek di musim hujan. Orang-orang mengklik, lalu memaki media dan wartawan, mengutuk betapa ganas dan lahap mereka memakan bangkai. Begitu saja berulang-ulang. Pembaca yang habis marah-marah mungkin merasa telah mencerahkan kawan-kawannya, wartawan yang menulis berita mungkin memandangi dirinya sendiri di cermin sambil menangis, editor yang menerbitkannya mungkin berbisik, "Apa boleh buat, apa boleh buat?" sambil memandangi wajah bayinya yang menggemaskan.
Siklus itu mengikis kepercayaan banyak orang terhadap media massa. Sebagian di antara mereka berpaling kepada kabar burung di grup-grup WhatsApp dan Facebook, sementara pemerintah kocar-kacir mencari cara menghalau hoaks.
Situasi ini sepertinya akan terus memburuk jika induk masalahnya, model bisnis media di Indonesia pada umumnya, tak kunjung ditangani. Sederhananya, seperti kata Pangeran Siahaan, media massa hanya punya dua cara pembiayaan, yaitu menjual audiens (dalam bentuk statistik) kepada pengiklan atau berjualan kepada audiens.
Saya pernah bekerja di newsroom penuh jurnalis berbakat, kemudian memimpin tim advertorial terbaik di Indonesia (cuma rekan saya Mario Lawi yang sanggup menjual sampo antiketombe dengan membicarakan sajak penyair Latin Quintus Serenus Sammonicus). Maka, saya tahu bahwa kebanyakan calon pengiklan lebih mementingkan statistik--seberapa ramai traffic website dan subscribers YouTube, seberapa banyak likes dan engagement media sosial--ketimbang mutu iklan atau kecocokan nilai-nilai media tersebut dengan brand mereka. Dari sini, berita-berita clickbait tinggal dua-tiga langkah lagi.
Bayangkan dirimu lulus cum laude dari jurusan komunikasi-jurnalistik, melamar ke media dengan cita-cita menjadi Ryszard Kapuściński baru, tapi tak pernah mendapat kesempatan bikin laporan bermutu. Asal tahu saja, nggak sedikit wartawan yang merasa hidupnya sia-sia karena saban hari harus mengetik "Koleksi Gigi Palsu Undertaker: Nomor 6 Bikin Anda Terjungkal dan Membenturkan Wajah ke Tembok" ditambah sebelas artikel serupa.
"Kalau nggak suka, kenapa nggak cari kerjaan lain?" kata orang. Bahkan ada yang sampai hati menambahkan, "Makanya saya nggak jadi wartawan sekalipun passion saya adalah jurnalisme."
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada siapa pun, saya kira orang-orang yang berpikir demikian mesti merendam kepala mereka di air hangat. Mungkin, kalau aliran darah ke otak lancar, mereka bisa sadar bahwa nggak semua orang punya pilihan. Apa pernah mereka membayangkan bahwa orang yang dinasehati itu tinggal di kos-kosan bocor dan nggak selalu bisa makan tiga kali sehari? Bahwa orang itu nggak bisa minta bantuan finansial ke siapa pun tapi harus menafkahi keluarganya?
Yang harus diperbaiki bukanlah "integritas" satu-dua orang pekerja yang malang. Industri media beracun karena mesinnya diputar demi klik, bukan untuk melayani publik. Tentu saja para pekerjanya lebih sengsara dari siapa pun. Mereka bukan hanya dituntut untuk bekerja keras, seperti kita semua, tetapi juga dipaksa secara sistemik agar menjadi "jahat."
Dengan kata lain, satu-satunya jalan keluar dari kegelapan ini adalah mengubah industri. Para bos media harus menyiapkan model pembiayaan yang berkesinambungan tetapi memberi ruang kepada jurnalisme yang bermutu dan punya martabat. Satu media takkan sanggup melakukannya sendirian. Dua atau tiga, sama saja. Perubahan sebesar ini harus dilakukan beramai-ramai.
Tanpa maksud membangga-banggakan tempat kerja sendiri, apalagi berlagak heroik, saya kira produk baru Asumsi, YourMedia, bisa menjadi instrumen yang sesuai untuk tujuan ini. Ia diciptakan untuk mempermudah media bekerja untuk publik. Informasi lengkapnya akan diumumkan oleh akun-akun media sosial Asumsi hari ini.
Apakah ini iklan untuk program langganan berbayar? Jangan khawatir. Tentu saja ini iklan, tapi bukan untuk paid subscription atau paywall. Harus membayar untuk baca tulisan Permata Adinda atau nonton miniseri Kerah Biru? Ya ampun, kepikiran aja nggak, sebab kami percaya: informasi berkualitas adalah hak semua orang, bukan hanya yang sanggup membayar.
*Dea Anugrah
Perkawinan lintas tingkat perekonomian
This sounds wrong on sooo many levels, Pak
Setelah kita mual-mual disuguhi RUU Ketahanan Keluarga, kini ada lagi ide ajaib dari pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyarankan Menteri Agama Fachrul Razi agar menerbitkan fatwa perkawinan lintas tingkat perekonomian. Singkatnya, yang miskin wajib cari pasangan yang kaya, dan yang kaya harus mencari yang miskin.
Alasannya heroik: agar jumlah keluarga miskin di Indonesia, sekitar 5 juta keluarga, tak terus bertambah. Tapi masa, sih, ide itu terasa baik-baik saja dalam kepala Pak Menteri? Saat mengatakannya, masa dia tidak mencium bau kabel terbakar?
Sebelum ini, kita tahu Menko PMK mengusulkan sertifikasi pranikah untuk memastikan kesiapan para calon pengantin dalam berbagai aspek, termasuk finansial. Meski usul ini banyak ditentang, saya masih bisa membayangkan manfaatnya. Toh, berumah tangga memang butuh kesiapan. Jika dibenahi di sana-sini, mungkin gagasan itu bisa jadi kebijakan yang baik.
Namun, mencari kebaikan dalam ide terbaru Pak Muhadjir terasa seperti memasukkan jerapah ke lubang jarum. Yang berisiko diacak-acak negara kali ini bukan cuma dapur dan kasur, tapi juga hati kita. Kalau sudah soal hati, nggak boleh ada kompromi, kan?
*Putri Ardhiana
Surat 5.45
Baca 5.45 tiap pagi kayak liriknya Sisir Tanah, membuatku, "Sepagi ini sarapan api, tuan dan nyonya belajar logika sudah sampai mana?" Emang lebih banyak kabar buruknya, tapi perlu begitu untuk tahu bahwa kita memang sedang tidak baik-baik saja. HUHUHU, pie meneh? Makasi Asumsi, ailuvyu mas Dea~
*Titah AW
Hai. Senang sekali bisa mengenal Asumsi dan dikirimi surel 5.45 yang membuat pagiku lebih produktif. Semua karena Bang Dea. Makasih Bang Dea sudah menebar kebaikan setiap harinya melalui tulisan. Dari aku follower dan pembacamu! ^^
*Ambar Raharja
Saya senang sekali dengan konsep newsletter yang Asumsi gagas. Terutama mengirimkan newsletter lewat email, itu konsep yang menarik sekaligus menambah nilai guna inbox email saya. Haha. Btw, esai Dea Anugrah paling "Bro" banget. Tiap kali baca tulisannya, gak tau, pokoknya lebih optimistis aja.
*Rian Firmansyah
===
Halo, Titah, Ambar, dan Rian. Saya cerita sedikit, boleh, ya?
MM Ridho, yang seminggu terakhir rutin menulis di 5.45, adalah karyawan terbaru Asumsi. Kehadirannya terasa sangat membantu. Selain menulis, dia juga membuatkan kover 5.45 pakai Photoshop--jangan minta saya melakukan hal serupa kalau kalian nggak mau mimpi dicekik setan tiap malam.
Nah, hari ini Ridho demam sehingga nggak kuat begadang menyiapkan 5.45. Sebelum pamit tadi dia bilang dia sengaja memilihkan surat pembaca yang menyebut-nyebut nama saya. Saya mau ngomel, kok, nggak tega....
Oh, tentu saja saya bersyukur, tapi kalau kalian menyukai 5.45 dan produk-produk lain Asumsi, tolong sempatkan lihat nama-nama yang tertera, ya. Ramadhan, Permata, Raka, Putri, Yudistira, dan lain-lain. Semua produk Asumsi adalah hasil kerja banyak orang, dan kawan-kawan saya ini juga patut diapresiasi ;-)
Terima kasih banyak!
*Dea Anugrah
Bagi kami, pendapatmu penting. Sampaikan ke: bit.ly/surat545
IKLAN BARIS
Rendang & Dendeng Mande. Jakarta Selatan. Menghadirkan rendang dan dendeng ala Minang. Masakan rumahan yang diracik langsung oleh orang Minang asli.
Walkative. Indonesia. Bagi yang sedang mencari sandal untuk jalan santai, liburan, ataupun sholat di masjid, kami menyediakan berbagai sandal rubber yang super nyaman dan trendy! Kindly visit us at walkative.id
Gustavo Carpet. Wonogiri. Menyediakan tikar karpet untuk keperluan pengajian, arisan, pertemuan keluarga dan rapat RT.
Typeloud. BSD. Jasa transkrip verbatim segala jenis rekaman audio dan video. Cepat, aman dan kerahasiaan terjamin.
Cac.tee. Yogyakarta. Cari tanaman hias? Kenapa tidak kaktus saja? Dapatkan koleksi kaktus terbaik hanya di @cac.tee . Menjamin kualitet tanaman yang dijual & terjangkau, melayani pengiriman seluruh Indonesia.
Mau pasang iklan gratis? Klik di sini