Asumsi 5.45

Share this post
Setiap tempat berpagar bisa berubah jadi negara šŸ‘®
545byasumsi.substack.com

Setiap tempat berpagar bisa berubah jadi negara šŸ‘®

Asumsi
Jan 16, 2020
Share this post
Setiap tempat berpagar bisa berubah jadi negara šŸ‘®
545byasumsi.substack.com

Nothing ever burns down by itself

Every fire needs a little bit of help
.

Mengikuti permintaan sejumlah pembaca, Asumsi membicarakan #poempm yang heboh itu bersama Sabda Armandio, penulis novel Dekat dan Nyaring, karya pilihan majalahĀ Tempo 2019.

Siapa bilang penulis nggak harus politis?

Tapi ujung-ujungnya malah ngomongin politik. Hadah hadaaah.

Dea Anugrah:
Kamu lihatĀ ribut-ribut soal #poempm waktu itu di Twitter, kan? Sobat-sobatĀ sastraā„¢ liar sekali.Ā Mungkin mereka menilai Putri Marino nggak cukup serius, dan bagiĀ mereka sastra harus uberĀ serius. Pendapatmu gimana?

Sabda Armandio:
Aku kemarin sengaja nggak komentar soal ini karena udah ada pernyataan yang akuĀ sepakat. Pernyataan itu datang dari Norman Erikson Pasaribu.

Dea Anugrah:
Menurutmu, orang-orang itu, sadar maupun nggak, sedang melanggengkan gatekeeping?

Sabda Armandio:
Kalau mereka memang ingin mengkritik, aku pikir ada jalur yang lebih baik ketimbang, misalnya, membicarakannya dengan sepintas lalu lewat hot take di Twitter.

Sejarah seni kan panjang sekali, penuh karya-karya underdog yang di kemudian hari memaksa kritikus mengkaji kembali. Kritik itu penting, tapi kalau saklek dan cenderung snob, malah jadi melanggengkan tradisi gatekeeping yang sebetulnya menghambat.

Dea Anugrah:
Ada komentar lanjutan dari Norman. Menurutku ini menarik.

Dea Anugrah:
Kalau ngomongin puisi sebagai alat resistansi personal, PoemPM ini kan diterbitkan oleh Bentang Pustaka, bagian dari Grup Mizan, salah satu yang terbesar di Indonesia. Bukan diterbitkan Putri Marino sendiri secara malu-malu. Dus, twit Norman yang tadi jadi makin penting.

Sabda Armandio:
Betul! Makanya, aku merasa Norman udah tepat sasaran. Ketimbang membicarakan puisi itu, mungkin lebih baik kita bareng-bareng cari karya yang memang bunyi. Aku rasa cukup jelas bahwa setiap hubungan yang dinamis adalah hubungan politik, bahkan di ranah domestik. Dan hari ini, dengan maraknya penerbit non-mainstream, pekerjaan kitaĀ jadi lebih mudah. Sisanya tinggal nggak males aja nyari dan baca karya-karya baru.

Dea Anugrah:
Seno Gumira Ajidarma, dalam tulisannya tentang kamu dan novelmuĀ di majalahĀ Tempo baru-baru ini, bilang bahwa penerbitan non-mainstream di Indonesia sudah jadi upaya merebut narasi dari kelompok dominan.

Kamu bekerja dan berjejaring dengan penerbit-penerbit semacam itu. Kamu bahkan ikut memproduksi video-video bertendensĀ diĀ Patron Syndicate. Kamu setuju dengan pendapat Seno? Memangnya apa, sih, yang mau kamu suarakan?

Sabda Armandio:

Hierarki, aturan, dan normaĀ ditentukan oleh siapa yang ada di puncak, oleh siapa yang paling dominan. Dan ini buatku sangat mengganggu karena seolah menciptakan ketergantungan.Ā 

"Pihak yang berwenang" itu mengikat dan mengatur sampai level paling personal. Ini bukan cuma mengganggu, tapi juga bikin sebel.

Jadi, apa-apa yang kita sering sebut dengan istilah-istilah nggak enak kayak ketidakadilan, ketimpangan, penindasan, dst. itu kayak liatin ikan air tawar di akuarium. Kelihatan, tapi ada kacanya.

Dulu aku kepengin ambil palu dan bawa akuariumnya ke sumber air terdekat, dan pecahin aja, biar ikannya bebas. Bisa dilakukan sendirian dan hasilnya memuaskan. Tapi semakin ke sini aku semakin ngerti, hal kayak gitu cuma akan memuaskan aku aja.Ā 

Sabda Armandio:

Setelah beralih dari bacaan-bacaan yang superindividualis ke ranah kolektif, aku jadi berpikir yang diperlukan ya taktik yang bagus dan terorganisir. Kayak lirik lagu populer itu lho:Ā nothing ever burns down by itself, every fire needs a little bit of help.

Dengan ketemu orang-orang yang cocok, aku merasa punya tenaga buat melakukan hal lebih. Sekarang aku malah merasa itu lebih berarti ketimbang pengakuan atau pujian kalau aku berhasil menyelesaikan sesuatu.

Dulu kukira lebih enak mikirin diri sendiri dan melakukan hal-hal yang menguntungkan buatku. Toh, pada akhirnya aku akan sendirian. Dulu aku ragu, apa sih pentingnya teriak-teriak nggak jelas? Tapi sekarang, dengan situasi yang kayak gini, kayaknya aku nggak bisa berdiam diri.

Foto: Bhagavad Sambadha | Twitter | Instagram

Dekat dan Nyaring bercerita tentang sebuah kampung kota yang sekaratĀ dan siasat para penghuninya untuk bertahanĀ meskiĀ hidupĀ tak pernah berpihak kepada mereka.

Awas, banyakĀ ledakan!Ā Dan, ya, tentu saja kisah ini melibatkan polisi.

Di Bandung, puluhan tuna netra telantar.

Ada nggak, sih, tempat yang aman bagi penyandang disabilitas?

Permensos Nomor 18 tahun 2018 mengubah nomenklatur panti sosial menjadi balai. Sekilas perubahan ini terkesan sepele, tapi balai memiliki cakupan pelayanan yang lebih sedikit ketimbang panti.

Panti berwenang untuk menyediakan layanan pendidikan secara menyeluruh: dari SD hingga pendidikan tinggi, sementara balai hanya bisa mengadakan pelatihan vokasional berjangka enam bulan.

Balai juga tidak perlu menjamin hak penyandang disabilitas memperoleh pendidikan. Maka, sejak Kamis (09/1), sekitar 30 mahasiswa-aktif tuna netra diminta meninggalkanĀ asrama Balai Wyata Guna, Bandung, dengan alasan pelayanan sudah berakhir.

Dua hari lalu, mereka mulai menginap di tepi Jalan Padjajaran, dekat Wyata Guna,Ā berlindung dari angin dan debu dan hujan di balik terpal dan kain tipis.

Jangan mengasihani mereka.Ā Bergabunglah. Mereka berdaya, mereka melawan.

Waspada RUU Diskriminatif.

Atau bagi komunitas LGBT?

Sekali lagi, menurut WHO, LGBT bukanlah penyimpangan seksual. Demikian pula PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa) III, yang terang-terangan menyatakan "orientasi seksual jangan dianggap sebagai suatu gangguan."Ā 

Namun, coba lihat apa yang dilakukan oleh DPR RI.

Para wakil rakyat mengawali masa kerja periode 2020-2024 dengan menyusun 248 program legislasi nasional (prolegnas) dan prolegnas prioritas.Ā 

Dari sekian banyak RUU yang masuk prolegnas, salah satunya adalahĀ RUU tentang Anti-Propaganda Penyimpangan Seksual. Sejumlah anggota DPR menyatakan tak tahu-menahu soal RUU ini, tetapi laman resmi DPR menyatakan bahwa ia diusulkan pada 19 Desember 2019.

Kesumiran ini sepatutnya disikapi dengan kewaspadaan penuh. Jangan sampai daftar aturan yang diskriminatif dan menindas kelompok-kelompok rentanĀ menjadi semakin panjang.
Ā 

Share this post
Setiap tempat berpagar bisa berubah jadi negara šŸ‘®
545byasumsi.substack.com
TopNew

No posts

Ready for more?

Ā© 2022 Asumsi
Privacy āˆ™ Terms āˆ™ Collection notice
Publish on Substack Get the app
SubstackĀ is the home for great writing